Senin, 27 Juni 2011

Upah (al-ajru)

Dalam ilmuu fiqih, yang dimaksud dengan "al-ajru" adalah suatu pemberian uang atau sesuatu barang dari seseorang kepada orang lain sebagai balas jasa atau ganti tenaga yang dikeluarkan oleh orang yang bekerja untuk kepentingan orang yang memberi pekerjaan.

Aqad pemberian upah di dalam Islam hukumnya mubah (boleh). Setelah seseorang mengerjakan seautu pekerjaan untuk keperntingan orang lain maka orang yang mendapatkan jasa setelah aqad hukumnya wajib memberikan upah kepada orang yang teleh memberikan jasa.

Rasulullah SAW bersabda :
"Berikanlah upah pada karyawan/pekerja sebelum keringatnya kering." (HR. Ibnu Majah).

"Sesungguhnya Rasulullah SAW telah berbekam dan beliau memberi upah kepada tukang bekam itu".

Kewajiban dan Hak Buruh/Pegawai

Seorang buruh/pegawai pada hakikatnya adalah pemegang amanah majikan/pemilik perusahaan. Oleh sebab itu ia berkewajiban untuk mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya.

Allah SWT berfirman :
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya." (QS. An-Nisaa : 58).

Supaya tidak terdapat perselisihan pendapat antara buruh dan majikan, maka segala sesuatunya harus dibuat perjanjian terlebih dahulu sewaktu aqad. Misalnya yang berkaitan dengan besarnya upah/gaji, atau jaminan-jaminan lain, waktu bekerja, jenis pekerjaan dan yang semacamnya.

Jika buruh itu sudah menjalankan kewajibannya, maka ia harus mandapatkan hak dari majikannya antara lain berupa :

1. Mendapatkan upah atau gaji sesuai dengan perjanjian.
2. Mempunyai kepastian waktu bekerja.
3. Mendapatkan tempat kerja dan beban kerja sesuai dengan perjanjian.
4. Menolak pekerjaan di luar perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.
5. Mendapatkan jaminan lain menurut perjanjian.

Majikan selain mempunyai kewajiban untuk memenuhi keperluan buruh sesui dengan perjanjian, ia juga mempunyai hak atas buruhnya yang meliputi :
1. Meminta pertanggungjawaban buruh atas pekerjaan yang ditugaskan atau dibebankan kepadanya.
2. Memindahkan/memutusikan buruh dengan mempertmbangkan kemampuan sesuai perjanjian.
3. Memberi peringatan dengan wajar bila ternyata ia tidak bekerja dengan baik.
4. Memberhentikan buruh dengan hormat jika situasi menghendakinya.
Allah SWT berfirman :
"Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (QS. Al-Qashash : 26).

Sewa-menyewa (al-ijaarah)

Kata "al-ijaarah" menurut bahasa artinya upah atau sewa, sedangkan menurut istilah syara' ialah memberkan sesuatu benda kepada orang lain untuk diambil manfaatnya dengan ketentuan orang yang menerima benda itu memberikan imbalan sebagai bayaran penggunaan manfaat barang yang dipergunakan.

Dalam prkatek sehari-hari dapat dilihat sewa-menyewa rumah untuk ditempati, tanah untuk ditanami, ibu untuk menyusui anak, dan sebagainya.

Allah SWT berfirman :
"Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut." (QS. Al-Baqarah : 233)

Rasulullah SAW menyatakan sebagai berikut :
"Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah berbekam kepada seseorang dan beliau memberikan upah kepada tukang bekam tersebut". (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hukum sewa-menyewa adalah mubah (boleh) dan dapat berubah menjadi haram apabila sewa-menyewa untuk barang maksiat.

Rukun Sewa-menyewa
1. Orang yang menyewa.
2. Orang yang menyewakan.
3. Benda yang disewakan.
4. Upah (bayaran) sewa-menyewa.
5. Aqad.

Syarat Sewa-menyewa
1. Orang yang menyewa dan yang menyewakan disyaratkan :
a. Baligh (dewasa)
b. Berakal (orang gila tidak sah melakukan sewa-menyewa)
c. Dengan kehendak sendiri (tidak dipaksa)
2. Benda yang disewakan disyaratkan :
a. Benda itu dapat diambil manfaatnya
b. Benda itu diketahui jenisnya, kadarnya, sifatnya, dam jangka waktu disewanya
3. Sewa (upah) harus diketahui secara jelas kadarnya.
Sewa-menyewa (ijaarah) berakhir atau batal jika benda yang disewa itu rusak/hilang sehingga tidak dapat diambil manfaatnya. Jika rusak disebabkan kecerobohan atau kelalaian penyewa, maka penyewa dapat dituntut ganti rugi atas kerusakan itu. Sebaliknya jika penyewa sudah memelihara barang sewaan dengan sebaik-baiknya tetapi benda itu rusak, maka penyewa tidak wajib mengganti. Sewa-menyewa juga berakhir jika telah habis masa yang dijanjikan.

Apabila salah satu pihak meninggal dunia,maka aqad sewa-menyewa tidak batal dan tetap berlaku dan urusan selanjutnya diteruskan oleh ahli warisnya sampai batas waktu sesuai dengan pernjanjian itu berakhir, kecuali ditentukan lain dalm perjanjian.

R I B A

"Ar-ribaa" menurut bahasa artinya az-ziyaadah yaitu tambahan atau kelebihan. Riba menurut istilah syara' ialah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang yang tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara' atau dalam tukar-menukar itu disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua barang.
Riba hukumnya aram dan Allah melarang untuk memakan barang riba. Allah SWT berfirman :
"sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah : 275).
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan." (QS. Ali Imran : 130).
Jika Allah melarang hamba untuk memakan riba, maka Allah juga menjanjikan untuk melipat-gandakan orang yang dengan ikhlas mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah. Allah SWT berfirman :
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (QS. Al-Baqarah : 276).
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Jabir ra, ia berkata, Rasulullah SAW telah melaknat ornag-orang yang memakan riba, orang yang menjadi wakilnya (orang yang memberi makan hasil riba), orang yang menuliskan, orang yang menyaksikannya dan (selanjutnya Nabi bersabda) mereka itu semua sama saja." (HR. Muslim).
Jenis-jeni Riba
1. Riba Fadhl, yaitu tukar-menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh yang menukarkan.
Contoh, tukar-menukar emas dengan emas, beras dengan beras, dengan ada kelebihan yang disyaratkan oleh orang yang menukarkannya. Supaya tukar-menukar seperti ini tidak termasuk riba, maka harus memenuhi tiga syarat :
a. Tukar-menukar barang tersebut harus sama
b. Timbangan atau takarannya harus sama
c. Serah terima pada saat itu juga.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ubadah bin Ash-Shamit ra, Nabi SAW telah bersabda : "Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaklah sama banyaknya, tunai dan timbang terima, maka apabila berlainan jenisnya, maka boleh kamu menjual sekehendakmu, asalkan dengan tunai." (HR. Muslim dan Ahmad).
2. Riba Qardhi, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjami.
Contoh, A meminjam uang kepada B sebesar Rp. 5.000 dan B mengharuskan kepada A mengembalikan uang itu sebesar Rp. 5.500. Tambahan lima ratus rupiah adalah riba qardhi.
3. Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima.
Misalnya orang yang membeli suatu barang sebelum ia menerima barang tersebut dari penjual, antara penjual dan pembeli berpisah sebelum serah terima barang itu.
4. Riba Nasiah, yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis atau jua-beli yang bayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan.
Contoh, A membeli arloji seharga Rp. 500.000. Oleh penjual disyaratkan membayarnya tahun depan dengan harga Rp. 525.000. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun dinamakan riba nasiah.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Samurah bin Jundub ra, sesungguhnya Nabi SAW telah melarang jual-beli bintang dengan binatang yang pembayarannya diakhirkan." (HR. Lima ahli hadits dan disahkan oleh At-Turmudzi dan Abu Dawud).

Qiradh (menyerahkan harta milik)

Yang dimaksud dengan "al-qiradh" ialah menyerahkan harta milik, baik berupa uang, emas atau bentuk lain kepada seseorang sebagai modal usaha kerja dengan harapan akan mendapatkan keuntungan dan keuntungan tersebut dibagi dua menurut perjanjian ketika aqad.
Dengan demikian qiradh dapat menciptakan hubungan kerja yang baik dan saling menguntungkan. Qiradh ini pada dasarnya adalah saling percaya, baik pemilik modal ataupun yang mengelolanya. Karena hal ini dijalankan atas saling percaya maka jiak terjadi hal-hal yang di luar dugaan seperti kerugian, maka kerugian itu ditutup dengan keuntungan. Jika dengan cara itu masih juga rugi, maka ditanggung oleh pemililk modal, kecuali jika terbukti bahwa kerugian itu diakibatkan penyalahgunaan dari orang yang menjalankan modal, maka wajarlah jka yang menjalankan modal itu yang menggantinya.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Shuhaib sesungguhnya Nabi SAW bersabda : "Tiga perkara yang mendapatkan berkah, yaitu jual-beli yang sampai batas waktu, memberi modal dan mencampur gandum dengan syair (keduanya adalah nama jenis gandum) untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah dengan sanad dhoif)
Qiradh hukumnya mubah atau boleh sejak terjadi aqad dalam waktu yang tidak terbatas. Qiradh dapat dibatalkan seaktu-waktu oleh pemilik modal karena keperluan/alasan tertentu. Apabila salah seorang di antara pemilik modal dan yang menjalankan modal sakit, gila, atau meninggal dunia, maka qiradh ini berakhir. Jika salah satu meninggal dunia, maka yang meneruskannya adalah ahli warisnya.
Rukun Qiradh
1. Modal berupa uang tunai atau emas atau benda erharga lainnya yang dapat diketahui jumlah dan nilainya.
2. Pemilik modal dan yang menjalankan modal hendaknya orang yang sudah baligh, berakal sehat dan merdeka.
3. Lapangan kerja, yaitu pekerjaan berdagang yang tidak dibatasi waktu, tempat usaha ataupun barang-barang yang diperdagangkan.
4. Keuntungan ditentukan terlebih dahulu pada waktu mengadakan perjanjian.
5. Ijab/qabul (aqad qiradh).
Bentuk Qiradh
1. Qiradh dalam bentuk sederhana.
Qiradh ini dilakukan secara perorangan dan sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, bahkan sebelum Islam datang. Nabi Muhammad SAW pernah menjalankan perdagangan yang modalnya kepunyaan Siti Khadijah.
2. Qiradh dalam bentuk Modern.
Qiradh ini biasa disebut mudharabah. Sebagai contoh yaitu bank Muamalat yang prinsip kerjanya berdasarkan syari'at Islam.
Seorang nasabah yang menyimpan uangnya mengadakan aqad dengan pihak bank, pihak bank akan menjalankan uang itu untuk berusaha, sedangkan keuntungannya nanti untuk kedua pihak dengan cara bagi hasil.
Demikian juga bagi nasabah yang ingin berdagang tapi tidak mempunyai modal, maka ia dapat menjalankan modal kepunyaan bank untuk berusaha. Aqad yang berlaku bagi kedua belah pihak adalah aqad qiradh atau mudharabah.

Q u r b a n

Pengertian dan Hukum Qurban
Qurban disebut juga udh-hiyyah yaitu binatang ternak yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) yang diniatkan semata-mata utntuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Berqurban hukumnya sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan). Allah SWT berfirman :
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus. QS. Al-Kautsar : 1-3).
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa yang mempunyai kemampuan untuk berqurban dan ia tidak mau berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat sholat kami". (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
"Aku disuruh menyembelih qurban dan (qurban itu) sunnah bagi kamu". (HR. At-Turmudzi).
Binatang yang Diperbolehkan untuk Diqurbankan
Binatang yang diperbolehkan untuk diqurban ialah binatang yang dapat mendatangkan kelezatan, kenikmatan, banyak dagingnya (gemuk). Binatang itu boleh berua sapi, unta, dan domba/kambing. Seekor kambing untuk seorang, sedangkan seekor unta, sapi atau kerbau atau tujuh orang.
Dari Jabir, kami telah berqurban bersama Rasulullah SAW pada tahun Hudaybiyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang. (HR. Muslim).
Adapun umur binatang yang sah untuk diqurban adalah sebagai berikut :
a. Kambing/domba umur satu tahun lebih atau sudah berganti gigi disebut "dha-n".
b. Kambing umur dua tahun lebih disebut "ma'z".
c. Kerbau/sapi umur dua tahun lebih.
d. Unta berumur lima tahun lebih yang disebut "ibil"
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Jabir, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Janganlah kamu menyembelih qurban kecuali musinnah, kecuali jika kamu kesulitan untuk mendapatkannya maka sembelihlah jadz'ah dari kambing". (HR. Muslim).
Yang dimaksud dengan musinnah ialah bintang yang telah berganti gigi. Bagi kambing/domba yang telah cukup berumur satu tahun lebih atau unta yang telah berumur lima tahun atau lebih.
Adapun yang dimaksud dengan jadz'ah ialah kambing yang telah berumur satu tahun.

Dari Uqbah bin Amir ia berkata, Rasulullah SAW telah mengatur penyembelihan qurban, maka Nabi telah menetapkan jadz'ah, maka aku bertanya kepada Nabi SAW, selanjutnya beliau bersabda : "Sembelihlah kambing yang engkau miliki". (HR. At-Turmudzi).
Sifat-sifat binatang yang dibuat qurban ialah binatang yang gemuk dan berlemak, tidak sakit-sakitan, tidak buta matanya, tidak pincang kakinya, tidak patah tanduknya, tidak sobek telinganya. Tidak putus ekornya, dan tidak dalam keadaan hamil.
Rasulullah SAW bersabda : Dari Barra' bin Azib ra, ia berkata : Nabi SAW berada di antara kami dan bersabda : "Empat macam tidak boleh untuk qurban, yaitu buat sebelah yang nyata butanya, sakit yang nyata sakitnya, pincang yang nyata pincangnya, dan tua yang tidak mempunyai sumsum". (HR. Ahmad dan Imam Empat).
Dari Ali ra, Rasulullah SAW telah memerintahkan kami agar meneliti mata dan telinga, dan tidak boleh berqurban dengan yang buta sebelah, tidak yang terbelah bagian muka dan belakang atau kedua telinganya telah berlubang dan tidak yang ompong gigi depannya." (HR. Ahmad dan Imam Empat).
Imam Nawawi berpendapat bahwa qurban yang lebih utama menurut sahabat adalah binatang yang berwarna putih, kemudian yang berwarna kuning, kemudian yang bewarna abu-abu yaitu yang tidak keruh dengan warna putih, kemudian yang berwarna belang yaitu sebagain hitam dan sebagian putih, kemudian bewarna hitam mulus. (Subulus Salam Juz IV halaman 90).
Waktu Pelaksansaan Qurban
Waktu pelaksanaan qurban adalah sesudah shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan tiga hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
Rasulullah SAW bersabda :
"Siapa yang menyembelih qurban sebelum shlat Idul Adha maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri, dan barang siapa menyemebelih qurban sesudah shalat Idul Adha dan dua khutbah maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya dan ia telah menjalankan aturan Islam". (HR. AL-Bukhari)
"Semua hari tasyriq adalah waktu menyembelih qurban." (HR. Ahmad).
Sunnah-sunnah Pada Waktu Penyembelihan Qurban
a. Membaca basmalah.
b. Membaca Shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
c. Membaca takbir.
d. Disembelih oleh orang yang berqurban sendiri, tidak minta tolong kepada orang lain.
e. Kaki yang menyembelih ditumpangkan pada leher binatang qurban.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Anas bin Malik ra, sesungguhnya Nabi SAW pernah berqurban dengan dua ekor kambing kibas yang bertanduk, yaitu dengan menyebut nama Allah, bertakbir dan meletakkan kakinya di atas leher kedua kambing tersebut, dan pada lafazh yang lain, beliau menyembelihnya dengan tangannya sendiri, dan pada lafaz lain lagi, dua kambing yang gemuk, dan satu lafaz lagi bagi muslim, beliau menyebut Bismillahi Allahu Akbar.
f. Yang menyembelih qurban menghadap kiblat demikian pula binatang qurbannya dihadapkan ke arah kiblat.
g. Ketika menyembelih membca doa seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW :
Rasulullah SAW ketika menyembelih qurban mengucapkan doa : "Allahumma taqobbal min muhammadin wa aali muhammadin wa min ummati muhammadin" (Ya Allah, terimalah qurban Muhammad, keluarga Muhammad dan dari ummat Muhammad SAW). (HR. Ahmad dan Muslim)
Doa lain yang dibaca Rasulullah SAW : "Bismillahir rohmaanir rahiim Allahumma minka wa ilayka udh-hiyatan fa taqobbal minnii" (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ya Allah dari Engkau dan untuk Engkau qurban ini aku persembahkan, maka terimalah).
Cara Membagikan Daging Qurban
Apabila qurban nazar (yang hukumnya wajib), maka seluruh daging qurban wajib dibagikan kepada fakir miskin dan yang berkurban tidak boleh memakannya. Jika qurban adalah qurban sunnah (qurban biasa) maka daging qurbannya dapat dibagi tiga bagian, yaitu :
a. 1/3 bagian untuk yang berqurban dan keluarganya.
b. 1/3 bagian untuk disedekahkan kepada fakir miskin.
c. 1/3 bagian disimpan dan disedekahkan kepada orang-orang yang datang kemudian atau orang yang membutuhkannya.
Allah berfirman :
"Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir." (QS. Al-Hajj : 28)
"Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur." (QS. Al-Hajj : 36)
Rasulullah SAW bersabda :
"Janganlah kamu menjual daging denda haji dan daging qurban, dan makanlah, dan sedekahkanlah dagingnya itu serta ambillah manfaat kulitnya dan jangan engkau menjualnya." (HR. Ahmad).

Pinjam-meminjam ('ariyah)

Al-'ariyah menurut bahasa artinya sama dengan pinjaman, sedangkan menurut istilah syara' aialah aqad berupa pemberian manfaat suatu benda halal dari seseorang kepada orang lain tanpa ada imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak benda itu dan dikembalikannya setelah diambil manfaatnya.
Allah SWT berfirman :
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Maidah : 2)
Rasulullah SAW bersabda :
"Dan Allah mennolong hamba-Nya selam hamba itu mau menolong sudaranya."
Dari Abu Umamah ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda : "Pinjaman itu harus dikembalikan dan orang yang meminjam dialah yang berhutang, dan hutang itu wajib dibayar". (HR. At-Turmudzi).
Hukum asal pinjam-meminjam adalah sunnah sebagaimana tolong-menolong yang lain. Hukum tersebut dapat berubah menjadi wajib apabila orang yang meminjam itu sangat memerlukannya. Hukum pinjam-meminjam juga bisa menjadi haram bila untuk mengerjakan kemaksiatan.
Rukun Pinjam-meminjam
1. Orang yang meminjamkan syaratnya :
a) Berhak berbuat kebaikan tanpa ada yang menghalangi. Orang yang dipaksa atau anak kecil tidak sah meminjamkan.
b) Barang yang dipinjamkan itu milik sendiri atau menjadi tanggung jawab orang yang meminjamkan.
2. Orang yang meminjam syaratnya :
a) Berhak menerima kebaikan. Oleh sebab itu orang gila atau anak kecil tidak sah meminjam karena keduanya tidak berhak menerima kebaikan.
b) Hanya mengambil manfaat dari barang yang dipinjam.
3. Barang yang dipinjam syaratnya :
a) Ada manfaatnya.
b) Barang itu kekal (tidak habis setelah diambil manfaatnya). Oleh sebab itu makanan yang setelah diambil manfaatnya menjadi habis atau berkurang zatnya tidak sah dipinjamkan.
4. Aqad, yaitu ijab qabul.
Pinjam-meinjam berakhir apabila barang yang dipinjam telah diambil manfaatnya dan harus segera dikembalikan kepada yang memilikinya. Pinjam-meminjam juga berakhir apabila salah satu dari kedua pihak meninggal dunia atau gila. Barang yang dipinjam dapat diminta kembali sewaktu-waktu, karena pinjam-meinjam bukan merupakan perjanjian yang tetap.
Jika terjadi perselisihan pendapat antara yang meminjamkan dan yang meminjam barang tentang barang itu sudah dikembalikan atau belum, maka yang dibenarkan adalah yang meminjam dikuatkan dengan sumpah. Hal ini didasarkan pada hukum asalnya, yaitu belum dikembalikan.
Kewajiban Peminjam
1. Mengembalikan batang itu kepada pemiliknya jika telah selesai.
Rasulullah SAW bersabda : "Pinjaman itu wajib dikembalikan dan yang meminjam sesuatu harus membayar". (HR. Abu Dawud)
2. Mengganti apabila barang itu hilang atau rusak.
Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Shafwan bin Umayyah, bahwa Nabi SAW pada waktu perang Hunain meminjam beberapa buah baju perang kepada Shafwan. Ia bertanya kepada Rasulullah : "Apakah ini pengambian paksa wahai Rasulullah?" Rasulullah SAW menjawab : "Bukan, tetapi ini adalah pinjaman yang dijamin (akan diganti apabila rusak atau hilang)". (HR. Abu Dawud)
3. Merawat barang pinjaman dengan baik.
Rasulullah SAW bersabda : "Kewajiban meminjam merawat yang dipinjamnya, sehingga ia kembalikan barang itu". (HR. Ahmad)

Pengurusan Jenazah

Seornag muslim yang sudah meninggal harus diurus jenazahnya secara terhormat. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan bagi orang yang telah meninggal dunia, yaitu :
a. Hendaklah segera dipejamkan matanya, ditutup mulutnya, kemudian dilipatkan kedua tangannya di atas badanya dan kedua kakinya diluruskan.
b. Hendaknya ditutup seluruh tubuhnya dengan kain dan jangan sampai terbuka auratnya.
c. Memberitakan kepada zanak famili jenazah dan bagi orang yang mengetahuinya hendaknya segera berta'ziah di rumah duka.
Kewajiban Terhadap Jenazah
Kewajiban pengurusan jenazah bagi orang yang masih hidup adalah memandikan, menggafankan, menyolatkan dan menguburkan. Kewajiban-kewajiban ini termasuk fardhu kifayah, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada umat Islam yang jika telah dilaksanakan oleh sebagian mereka dianggap mencukupi. Tetapi jika diantara umat Islam tidak ada yang melaksanakan maka umat Islam seluruh daerah itu berdosa semua.
A. Memandikan Jenazah
Syarat-syarat jenazah yang harus dimandikan :
1. Jenazah itu mulim atau muslimah
2. Badan atau anggota badannya masih ada walaupun hanya sebagain yang tinggal
3. Jenazah itu bukan mati syahid (mati dalam perang membela Islam)
Rasulullah SAW bersabda : Dari Jabir ra, sesungguhnya Nabi SAW telah memerintahkan sehubungan orang-prang yang gugur dalam perang uhud supaya mereka dikuburkan dengan darah mereka, tidak dimandikan dan tidak pula dishalatkan. (HR. Al-Bukhari).
Cara Memandikan Jenazah
1. Jenazah ditempatkan di tempat yang terlindung dari panas matahari, hujan atau pandangan orang banyak. Jenazah diletakkn pada tempat yang lebih tinggi seperti dipan/balai.
2. Jenazah diberi pakaian basahan misalnya sarung supaya auratnya tertutup. Yang memandika hendaknya memakai sarung tangan.
3. Air untuk memandikan jenazah disunnahkan diberi daun bidara atau sesuatu yang dpaat menghilangkan daki seperti sabun atau yang lain. Sebagian dari air ada yang dicampur dengan kapur barus untuk digunakan sebagai siraman terakhir.
4. Jenazah yang akan dimandikan dibersihkan terlebih dahulu dari najis yang melekat pada anggota badannya.
5. Kotoran yang mungkin ada di dalam perut jenazah dikeluarkan dengan cara menekan perutnya secara berhati-hati kemudian disucikan dengan air. Kotoran yang ada pada kuku jari-jari tangan dan kai termasuk kotoran yang ada di mulut atau gigi dibersihkan.
6. Menyiramkan air ke seluruh tubuh jenazah sampai merata dari kepala hingga ke ujung kaki dengan cara membaringkan jenazah ke kiri ketika membasuh anggota yang kanan dan membaringkan badannya ke kanan ketika membasuh anggota badannya yang kiri.
Serangkaian kegiatan ini dihitung satu kali basuhan dalam memandikan jenazah. Sedangkan untuk memandikan jenazah disunnahkan 3 kali atau 5 kali. Basuhan terakhir dengan menggunakan air yang dicampur dengan kapur barus.
Dalam memandikan jenazah disunnahkan mendahulukan anggota wudhu dan anggota badan sebelah kanan.
Rasulullah SAW bersabda : Dari Ummi Athiyah ra, Nabi SAW telah masuk kepada kami ketika kami memandikan putri beliau kemudian bersabda : "Mandikanlah ia tiga kali atau lima kali atau lebih jika kamu pandang baik lebih dari itu dengan air dan daun bidara, dan basuhlah yang terakhir dicampur dengan kapur barus". (HR. Al-Bbukhari dan Muslim)
Pada riwayat lain : "Mulailah dengan bagian badannya yang kanan dan anggota wudhu dari jenazah tersebut".
Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda mengenai orang yang mati terjatuh dari kendaraannya yaitu : "Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara". (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Orang yang Berhak Memandikan Jenazah
Jika jenazah itu laki-laki, maka yang memandikannya harus orang laki-laki, kecuali istri dan mahramnya. Demikian juga jika jenazah itu wanita, maka yang memandikannya harus wanita, kecuali suami dan mahramnya. Jika suami dan mahramnya semuanya ada, maka suami lebih berhak memandikan istrinya, demikian juga jika istri dan mahramnya semuanya ada, maka istri lebih berhak memandikan suaminya.
Jika yang meninggal seorang laki-laki dab di tempat itu tidak ada orang lak-laki, istri maupun mahramnya, maka jenazah itu cukup ditayamumkan saja, tidak dimakndikan oleh wanita lain. Demikian juga bila yang meninggal seorang wanita dan di tempat itu tidak ada suami atau mahramhya,maka jenzah cukup ditayamumkan saja. Jika jenazah itu masih anak-anak, baik laki-laki atau wanita, maka yang memandikannya boleh dari kaum laki-laki atau wanita.
B. Mengafani Jenazah
Yang dimaksud mengafani jenazah adalah membungkus jenazah dengan kain. Kain kafan diberli dari harta peninggalan mayat. Jika mayat tidak meninggalkan harta, maka kain kafan menjadi tanggungan orang yang menanggung nafkahnya ketika ia masih hidup. Jika yang menanggung nafkahnya juga tidak ada, maka kain kafan menjadi tanggungan kaum muslimin yang mampu.
Kain untuk mengafani jenazah paling sedikit satu lembar yang dapat menutupi seluruh tubuh mayat baik laki-laki maupun perempuan. Bagi yang mampu disunnahkan untu mayat laki-laki dikafani dengan tiga lapis kain tanpa baju dan sorban, sedangkan untuk mayat wanita disunnahkan lima lapis kain masing-masing untuk kain panjang (kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung atau semacam cadar dan sehelai kain yang menutupi seluruh tubuhnya.
Kain kafan diutamakan yang berwarna putih, tetapi jika tidak ada, warna apapun diperbolehkan dan diberi kapur barus dan harum-haruman.
Dari Aisyah ra, Rasulullah SAW telah dikafani dengan tiga lapis kain yang putih bersih yang terbuat dari kapas, tidak ada di dalamnya baju maupun sorban. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dari Laila binti Qanif ra, ia berkata : "Saya adalah seorang yang ikut memandikan Ummu Kultsum binti Rasulullah SAW ketika wafatnya. Yang mula-mula diberikan oleh Rasulullah pada kamu adalah kain basahan, kemudian baju, kemudian tutup kepala, kemudian kerudung (semacam cadar) dan sesudah itu dimasukkan dalam kain yang lain (yang menutupi sekalian tubuhnya)." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Rasulullah SAW bersabda : "Pakailah kain kamu yang putih, karena sesungguhnya sebaik-baik kain adalah kain yang putih dan kafanilah oleh kamu dengan kain yang putih itu." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).
C. Menyolatkan jenazah
Masalah sholat jenazah ini sudah dibahas pada bunga rampai 4, silahkan lihat kembali.
d. Menguburkan Jenazah
Jenzah dikuburkan setelah dishalatkan. Menguburkan jenazah ini hendaknya disegerakan karena sesuai dengan sabda Nabi SAW :
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : "Segeralah membawa jenazah, karena jika ia orang yang shaleh maka kamu menyegerakannya kepada kebaikan, dan jika ia bukan orang shaleh maka suapay kejahatan itu terbuang dari tanggunganmu." (HR. Jama'ah).
Jenazah hendaknya dipikul oleh empat orang dan diantarkan oleh keluarga dan teman-temannya sampai ke pemakaman.
Dari Ibnu Mas'ud ra, ia berkata : "Siapa yang menghantarkan jenazah maka hendaklah memikul pada keempat penjuru keranda, karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan sunnah (peraturan Nabi SAW)." (HR. Ibnu Majah).
Langkah-langkah Penguburan Jenazah
1. Mula-mula digali liang kubur sepanjang badan jenazah dengan lebar satu meter dan dalam lebih kurang dua meter. Di dasar lubang dibuat liang lahat miring ke kiblat kira-kira muat mayat, atau jika tanahnya mudah runtuh dapat digali liang tengah. Dengan demikian binatang buas tidak dapat membongkarnya atau jika maya membusuk tidak tercium baunya.
Dari Amir bin Sa'ad ia berkata : "Buatkanlah untuk saya lubang lahat dan pasanglah di atasku batu bata sebagaimana dibuat untuk kubur Rasulullah SAW". (HR. Ahmad dan Muslim)
2. Jenazah yang telah sampai di kubur dimasukkan ke dalam liang lahat itu dengan miring ke kanan dan menghadap kiblat. Pada saat meletakkan jenazah hendaklah dibacakan lafazh :
"Bismillah wa 'alaa millati rasulillaah" (Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah SAW). (HR. At-Turmudzi dan Abu Dawud).
3. Semua tali pengikat kain kafan dilepas, pipi kanan dan ujung kaki diletakkan pada tanah. Setelah itu liang lahat atau liang tengah ditutup dengan papan atau kayu atau bambu, kemudian di atasnya ditimbun dengan tanah sampai galian lubang rata, dan ditinggikan dari tanah biasa. Di atas arah kepala diberi tanda batu nisan.
"Sesungguhnya Nabi SAW telah meninggikan kubur putra beliau Ibrahim kira-kira sejengkal." (HR. Al-Baihaqi).
4. Meletakkan pelepah yang masih basah sesuai dengan hadits dari Ibnu Abbas atau meletakkan kerikil di atas kubur dan menyiramnya dengan air.
Dari Ja'far bin Muhammad, dari bapaknya, sesungguhnya Nabu SAW telah menaruh batu-batu kecil di atas kubur putra beliau Ibrahim. (HR. Asy-Syafii).
Dari Ja'far bin Muhammad dari ayahnya, sesungguhnya Nabi SAW telah menyiram kubur putra beliau Ibrahim. (HR. Asy-Syafii).
5. Mendoakan dan memohonkan ampunan untuk si mayat.
Dari Utsman ra, adalah Nabi SAW apabila telah selesai menguburkan mayat, beliau berdiri di atasnya dan bersabda : "Mohonkanlah ampnan untuk saudaramu dan mintalah untuknya supaya diberi ketabahan karena sesungguhnya ia sekarang sedang ditanya." (HR. Abu Dawud dan disahkan oleh Al-Hakim).
Hal-hal yang Bersangkutan Dengan Harta Mayat
Harta peninggalan orang yang meninggal haruslah ditasharufkan sesuai dengan urutan prioritas berikut ini :
a) Pembiayaan penyelenggaraan jenazah
b) Penyelesain hutang-hutang
c) Pelaksanaan wasiat
d) Pembagian harta waris kepada ahli waris
Pembiayaan Penyelenggaraan Jenazah
Bagi jenazah yang meninggalan harta peninggalan, maka prioritas utama penggunaannya adalah untuk keperluan pembaiyaan jenazah berupa :
 pembelian kain kafan, sabun, minyak wangi, kapur barus, dam lain-lain
 pembelian papan, penggalian kubur dan biaya penguburan lainnya.
Rasulullah SAW mengajarkan kepada para sahabatnya, jika terjadi musibah kematian, hendaknya di rumah itu tidak menyelenggarakan makan-makan, atau mengambil harta peninggalan untuk menjamu orang-orang yang datang berta'ziah. Bahkan Nabi SAW menganjurkan kepada orang-orang yang datang berta'ziah membawa makanan untuk keluarga yang terkena musibah.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ubadillah bin Ja'far ra, ia berkata : Ketika databng berita meninggalnya Ja'far karena terbunuh, Nabi SAW bersabda : "Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja'far karena sesungguhnya mereka sedang menderita kesusahan (kekalutan fikiran)". (HR. Lima ahli hadits kecuali An-Nasai).

Penyelesaian Hutang-hutang
Setelah harta peninggalan diambil untuk biaya pengurusan jenazah, maka harta peninggalan lainnya untuk melunasi hutang-hutang, yaitu :
 Hutang kepada Allah berupa kemungkinan ada nadzar yang belum dilaksanakan, zakat baik zakat firah maupun zakat harta, ibadah haji yang belum ditunaikan padahal ia telah mampu dan lain-lain.
Rasulullah SAW bersabda : "Hutang kepada Allah itu lebih berhak untuk dibayar." (HR. Ibnu Abbas).
 Hutang kepada sesama manusia harus segera diselesaikan supaya mayat segera terbebas dari hutang yang belum dibayar. Dalam hal ini ahli waris si mayat harus berusaha menanyakan kepada sanak fmili dan teman-temannya jika di antara mereka ada yang dihutangi oleh almarhum/almarhumah semasa masih hidup.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW telah bersabda : "Diri seorang mu'min itu bergantung (tidak sampai ke hadirat Allah SWT) karena hutangnya, sehiungga dibayar terlebih dahuku hutangnya itu (oleh sanak familinya yang masih hidup)." (HR. Ahmad dan At-Turmudzi).
Apabila mayat tidak mempunyai harta untuk melunasi hutangnya atau harta penninggalannya tidak mencukupinya, maka hutang mayat menjadi tanggungan ahli warisnya. Jika ahlki waris tidak mampu juga, maka hal ini diserahkan kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda : "Hutang itu ada dua macam, maka siapa yang meninggal dunia dan ia berniat untuk melunasinya maka saya walinya (yang akan mengurusnya), dan siapa yang meninggal dan tidak ada niat untuk melunasinya maka yang demikian itu pembayarannya akan diambil dari kebaikannya, karena pada hari ini tidak ada emas dan tidak ada perak". (HR. At-Thabrani).
Pelaksanaan Wasiat
Jika mayat meninggalkan wasiat dan harta peninggalan masih ada maka harus dipenuhi. Wasiat yang harus dipenuhi ialah yang tidak melebihi sepertiga harta peninggalannya.

Firman Allah SWT :
"Sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya." (QS. An-Nisaa : 11).
Dalam hadits disebutkan :
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : Alangkah baiknya jika manusia mengurangi wasiatnya dari sepertiga menjadi seperempat, karena Rasulullah SAW bersabda : "Wasiat itu sepertiga, sedang sepertiga itu sudah banyak." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Pembagian Harta Waris Kepada Ahli Waris
Pembagian harta waris dilakukan setelah dikeluarkan biaya pengurusan jenazah, penyelesaian hutang dan wasiat. Pembagian harta waris haruslah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ilmu faraidh.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Berikanlah bagian-bagian warisan itu kepada ahlinya, maka kelebihannya diberikan kepada orang yang lebih utama (dekat), yaitu orang laki-laki yang paling dekat dengan yang meninggal." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Anak-anak yang ditinggal mati orang tuanya harus dipelihara oleh keluarga yang dekat, dicukupi kebutuhannya, diperhatikan pendidikannya dan jangan sampai terlantar. Mereka yang tidak mempunyai saudara maka yang berkewajiban mengurusnya adalah kamu muslimin yang mampu. Mengurus anak yatim ini hukumnya fardhu kifayah.
Allah SWT berfirman :
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik." (QS. Al-Baqarah : 220).
"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin." (QS. Al-Maa'un : 1-3).

Mukhabarah dan Muzara'ah

Mukhabarah dan Muzara'ah, keduanya adalah bentuk usaha paroan sawah atau ladang.
Mukhabarah ialah suatu aqad yang terjadi antara pemilik tanah dan pengelola tanah untuk digarap dengan ketentuan bahwa benih yang akan ditanam adalah dari penggarap tanah tersebut.
Muzara'ah ialah suatu aqad yang terjadi antara pemilik tanah dan pengelola tanah untuk digarap dengan ketentuan bahwa benih yang akan ditanam adalah dari pemilik tanah tersebut.
Hukum keduanya oleh sebagian ulama diperbolehkan, dengan dasar hadits Rasulullah SAW berikut :
Dari Abu Umar, sesungguhnya Nabi SAW telah menyerahkan tanah kepada penduduk khaibar agar ditanami/dipelihara dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari hasil kebun tersebut, baik berupa buah-buahan mauoun hasil tanaman lainnya." (HR. Muslim).
Sebagian ulama yang lain melarang paroan sawah atau ladang ini dengan alasan sebagai berikut :
Dari Rafi' bin Khadij, ia berkata, di antara kaum Anshar yang paling banyak memiliki tanah adalah kami, maka kami sewakan sebagian tanah untuk kami dan sebagian untuk mereka mengerjakannya. Kadang-kadang sebagian tanah berhasil baik dan yang lain tidak berhasil, maka oleh karenanya Rasulullah SAW melarang paroan dengan cara demikian." (HR. Al-Bukhari).
Hadits yang melarang paroan sawah/ladang maksudnya jika ditentukan pernghasilan dan sebagian tanah mesti kepunyaan di antara pemilik tanah dan penggarapnya. Pada masa lampau paroan sawah/ladang ini sering terjadi adanya persyaratan di antara mereka mengambil sawah/ladang yang lebih subur. Hal semacam inilah yang dilarang oleh hadits, karena akan merugikan salah satu pihak.
Adapun pembagian hasil mukhabarah dan muzara'ah dibagi antara pemilik tanah dan penggarapnya sesuai perjanian sewaktu aqad secara adil, maka yang demikian itu tidak termasuk yang dilarang oleh hadits.

Menjenguk Orang Sakit ('iyaadhul mariidh)

Menjenguk orang sakit menurut istilah syara' artinya adalah mendatangi orang yang sedang sakit dengan maksud untuk menghibur agar dengan demikian yang sakit dapat terkurangi kesedihannay dan dapat terkurangi pul beban penderitaannya.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra, bersabda Rasulullah SAW : "Hak orang muslim dengan muslim lainnya ada lima hal, yaitu menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, mengabulkan undangan dan mendoakan yang bersin." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hukum menjenguk orang sakit adalah sunnah. Hadl ini berdasarkan hadits di atas dan hadits berikut :
Dari Abu Musa ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Jenguklah orang yang skit, berilah makan orang yang lapar dan lepaskanlah orang yang tertawan." (HR. Al-Bukhari).
Adab menjenguk orang sakit
a. Berpakaian sopan dan rapi.
b. Memberi nasehat kepada orang yang sakit agar sabar menerima musibah/cobaan dari Allah dan jika yang sakit dalam perwatan dokter diberi saran agar selalu mematuhi nasehat dokter.
c. Mendoakan yang sakit.
Rasulullah SAW bersabda : Dari Aisyah ra, bahwasanya Nabi SAW menjenguk salah seorang keluarganya dengan mengusapkan tangan kanannya seraya berkata : "Allahumma robban naas adzhibil ba-tsa isyfi antasy syaafi laa syifaa-a illaa syifaa-uk syifaa-an laa yughodiru saqoman" (Ya Allah Tuhan semua manusia, hilangkanlah segala penyakit, sembuhkanlah, karena hanya Engkaulah yang dapat menyembuhkan, tiada kesembuhan melainkan kesembuhan dariMU, kesembuhan yang tidak dihinggapi penyakit lagi)." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
d. Bagi orang yang sudah payah, hendaklah diajarkan membaca kalimah thayyibah (laa ilaaha illallaah) atau dibacakan surat Yaasin.
Rasulullah SAW bersabda : Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : "Ajarilah kepada orang yang sakit payah dengan membaca 'laa ilaaha illallaah'."(HR. Muslim).
Dari Muq'al bin Yasar, Nabi SAW bersabda : "Bacakanlah kepada orang yang sakit payah surat yasin". (HR. Abu Dawud dan An-Nasai).
e. Menanyakan tentang penyakit orang yang skit kepada keluarganya.
f. Memberikan bantuan berupa makanan atau uang jika diperlukan oleh si sakit dan keluarganya.
Hikmah Menjenguk Orang Sakit
a) Dengan menjenguk orang sakit, hubungan silaturrahim antara orang yang menjenguk dengan orang yang sakit beerta keluarganya menjadi lebih erat.
b) Orang yang skit beserta keluarganya dapat terhibur dan mungkin dapat mempercepat penyembuhan bagi orang yang sakit.
c) Orang yang menjenguk ornag sakit akan mendapat pahala dari Allah SWT.
Dari Ali ra, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : "Setiap muslim yang menjenguk sesama muslim pada waktu pagi maka ia dimintakan rahmat oleh tujuh puluh ribu malaikat sampai waktu sore. Jika ia menjenguknya pada waktu sore, maka ia dimintakan rahmat oelh tujuh puluh ribu malaikat sampai waktu pagi, serta ia mendapat jaminan buah-buahan yang siap dimakan di dalam surga." (HR. At-Turmudzi).
d) Jika yang menjenguk orang sakit itu kebetulan mempunyai keahlian untuk mengobati penyakit, ia dapat membantu untuk mengobatinya, atau jika kebetulan ia mengetahui obat untuk penyakit yang diderita si sakit ia dapat membantu untuk mencarikan obatnya.

Makanan dan Minuman yang Halal dan yang Haram

Makanan yang Halal
Halal artinya boleh, jadi makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut ketentuan syari'at Islam. segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang pada dasarnya adalah hahal dimakan, kecuali apabila ada nash Al-Quran atau Al-Hadits yang menghatamkannya. Ada kemungkinan sesuatu itu menjadi haram karena memberi mudharat bagi kehidupan manusia seperti racun, barang-barang yang menjijikan dan sebagainya.
Allah berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah." (QS. Al-Baqarah: 17)
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi." (QS. Al-Baqarah : 168).
"Menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk." (QS. Al-A'raf : 157)
Dari Abu Hurairah RA. ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya Allah SWT adalah Zat Yang Maha Baik, tidak mau menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang-orang mu'min sesuai dengan apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta'ala berfirman : Hai para Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang sholeh. Allah Ta'ala berfirman : Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kamu sekalian...". (HR. Muslim)
Rasulullah SAW, ditanya tentang minyak sanin, keju dan kulit binatang yang dipergunakan untuk perhiasan atau tempat duduk. Rasulullah SAW bersabda : Apa yang dihalalkan oleh Allah dalam Kitab-Nya adalah halal dan apa yang diharamkan Allah di dalam Kitab-Nya adalah haram, dan apa yang didiamkan (tidak diterangkan), maka barang itu termasuk yang dimaafkan". (HR. Ibnu Majah dan Turmudzi).
Berdasarkan firman Allah dan hadits Nabi SAW, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis makanan yang halal ialah :
1. Semua makanan yang baik, tidak kotor dan tidak menjijikan.
2. Semua makanan yang tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
3. semua makanan yang tidak memberi mudharat, tidak membahayakan kesehatan jasmani dan tidak merusak akal, moral, dan aqidah.
4. Binatang yang hidup di dalam air, baik air laut maupun air tawar.
Makanan yang Haram
Haram artinya dilarang, jadi makanan yang haram adalah makanan yang dilarang oleh syara' untuk dimakan. Setiap makanan yang dilarang oleh syara' pasti ada bahayanya dan meninggalkan yang dilarang syara' pasti ada faidahnya dan mendapat pahala.
Yang termasuk makanan yang diharamkan adalah :
1) Semua makanan yang disebutkan dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 3 dan Al-An'am ayat 145 :

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala." (QS. Al-Maidah : 3)

"Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-An'am : 145)

Catatan :
semua bangkai adalah haram kecuali bangkai ikan dan belalang.
semua darah haram kecuali hati dan limpa.
2) Semua makanan yang keji, yaitu yang kotor, menjijikan.

"Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk." (QS. Al-A'raf : 157)
3) Semua jenis makanan yang dapat mendatangkan mudharat terhadap jiwa, raga, akal, moral dan aqidah.

"Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi (akibatnya), dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar." (QS. Al-A'raf : 33).
4) Bagian yang dipotong dari binatang yang masih hidup.

Sabda Nabi SAW : "Daging yang dipotong dari binatang yang masih hidup, maka yang terpotong itu termasuk bangkai". (HR. Ahmad)
5) Makanan yang didapat dengan cara yang tidak halal seperti makanan hasil curian, rampasan, korupsi, riba dan cara-cara lain yang dilarang agama.
Minuman yang Halal
Minuman yang halal pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4 bagian :
1) Semua jenis aiar atau cairan yang tidak membahayakan bagi kehidupan manusia, baik membahayakan dari segi jasmani, akal, jiwa, maupun aqidah.
2) Air atau cairan yang tidak memabukkan walaupun sebelumnya pernah memabukkan seperti arak yang berubah menjadi cuka.
3) Air atau cairan itu bukan berupa benda najis atau benda suci yang terkena najis.
4) Air atau cairan yang suci itu didapatkan dengan cara-cara yang halal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Minuman yang Haram
1) Semua minuman yang memabukkan atau apabila diminum menimbulkan mudharat dan merusak badan, akal, jiwa, moral dan aqidah seperti arak, khamar, dan sejenisnya.
Allah berfirman : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". (QS. Al-Baqarah : 219)
Dalam ayat lain Allah berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (QS. Al-Maidah : 90)
Nabi SAW bersabda : "Sesuatu yang memabukkan dalam keadaan banyak, maka dalam keadaan sedikit juga tetap haram." (HR An-Nasa'i, Abu Dawud dan Turmudzi).
2) Minuman dari benda najis atau benda yang terkena najis.
3) Minuman yang didapatkan dengan cara-cara yang tidak halan atau yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Luqathah (Barang Temuan)

"Al-luqathah" menurut bahasa artinya barang temuan, sedangkan menurut istilah syara' ialah barang yang ditemukan di suatu tempat dan tidak diketahui siapa pemiliknya.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Zaid bin Khalid, sesungguhnya Nabi SAW ditanya orang tentang keadaan emas atau mata uang yang didapat. Beliau bersabda : "Hendaklah engkau ketahui tempatnya, kemudian umumkanlah (kepada masyarakat) selama satu tahun. Jika datang pemiliknya maka berikanlah kepadanya, dan jika tidak ada yang mengambilnya setelah satu tahun maka terserah kepadamu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hukum luqathah
1) Wajib (mengambil barang itu), apabila menurut keyakinan yang menemukan barang itu, jika tidak diambil akan sia-sia.
2) Sunnah, apabila yang menemukan barang itu sanggup memeliharanya, dan sanggup mengumumkan kepada masyarakat selama satu tahun.
3) Makruh apabila yang menemukan barang itu tidak percaya pada dirinya untuk melaksanakan amanah barang temuan itu dan khawatir ia akan khianat terhadap barang itu.
Kewajiban Bagi Orang yang Menemukan Barang
1) Wajib menyimpannya dan memelihara barang temuan itu dengan baik.
2) Wajib memberitahukan dan mengumumkan kepada khalayak ramai tentang penemuan barang tersebut dalam satu tahun.
Rasulullah SAW bersabda :
3) "Siapa yang menyimpan barang yang hilang maka ia termasuk sesat kecuali apabila ia memberitakan kepada umum dengan permberitahuan yang luas". (HR. Muslim).
4) Wajib menyerahkan barang temuan tersebut kepada pemiliknya apabila diminta dan dapat menunjukkan bukti-bukti yang tepat.
Jika benda yang ditemukan itu termasuk benda yang harganya murah, maka pengumuman itu cukup tiga harri dengan perkiraan yang punya benda itu sudah tidak memerlukannya lagi. Setelah itu yang menemukan benda itu boleh memanfaatkannya, dan jika yang punya benda itu datang mengambilnya setelah benda itu dimanfaatkan, maka yang memanfaatkannya harus bersedia untuk menggantinya.
Jika yang ditemukan itu memerlukan biaya perwatan, seperti binatang ternak, maka biaya perawatan itu dibebankan kepada pemiliknya. Jika sudah beberapa bulan belum juga datang, maka hewan itu boleh dijual atau dipotong untuk dimakan dan jika pemiliknya datang, maka hasil penjualan hewann itu diserahkan kepada pemiliknya atau hewan yang dipotong itu diganti harganya.
Rasulullah SAW bersabda :
"Maka jika datang orang yang mempunyai barang tersebut, maka dialah yang lebih berhak atas barang itu." (Hr. Ahmad).

Jual-beli

Al-mu'aamalat menurut bahasa artinya hubungan kepentingan antara seseornag dengan orang lain. Sedangkan menurut syari'ah Islam adalah sutau kegiatan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama umat manusia untuk memenuhi keperluannya sehari-hari. Yang termasuk kegiatan mu'amalat antara lain jual-beli, sewa-menyewa, uang-piutang, pinjam-meminjam dan sebagainya.
Tujuan dari mu'amalat adalah terciptanya hubungan yang harmonis (serasi) antara sesam manusia. Dengan demikian terciptalah ketenangan dan ketentraman. Allah SWT berfirman :
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan." (QS. Al-Maidah : 2)
Jual-beli (Al-bay'u)
Al-bay'u menurut bahasa artinya memberikan sesuatu dengan imbalan sesuatu atau menukarkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedangkan menurut syara' adalah menukarkan suatu harta benda dengan alat oembelian yang sah atau dengan harta benda yang lain dan keduanya menerima untuk dibelanjakan dengan ijab dan qabul menurut cara yang diatur oleh syara'.
Jual-beli adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan manusia dalam rangka untuk mempertahankan kehidupan mereka di tengah-tengah masyarakat.
Allah SWT berfirman :
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah : 275)
Hukum jual-beli pada dasarnya ialah halal atau boleh, artinya setiap orang Islam dalam mencari nafkahnya boleh dengan cara jual-beli. Hukum jual-beli dapat menjadi wajib apabila dalam mempertahankan hidup ini hanya satu-satunya (yaitu jual-beli) yang mungkin dapat dilaksanakan oleh seseorang.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Rifaah bin Rafi' ra, sesungguhnya Nabi SAW ditanya tentang mata pencaharian apakah yang paling baik. Beliau menjawab : "Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan tiap-tiap jual-beli yang bersih". (HR. Al-Bazzar dan disahkn oleh Al-Hakim).
Allah SWT berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An-Nisaa : 29)
Ayat ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa untuk memperoleh rizki tidak boleh dengan cara yang bathil, yaitu yang bertentangan dengan hukum Islam dan jual-beli harus didasari saling rela-merelakan, tidak boleh menipu, tidak boleh berbohong, dan tidak boleh merugikan kepentingan umum.
Rukun Jual-beli
a. Penjual
b. Pembeli
c. Barang yang diperjualbelikan
d. Alat untuk menukar dalam kegiatan jual beli (harga)
e. Aqad, yaitu ijab dan qabul antara penjual dan pembeli
Syarat Sah Jual-beli
a. Syarat sah penjual dan pembeli terdiri dari :
1. Baligh,
yaitu baik penjual maupun pembeli keduanya harus dewasa. Dengan demikian anak yang belum dewasa tidak sah melakukan jual-beli. Anak yang sudah mengerti dalam rangka mendidik mereka, diperbolehkan melakukan jual-beli pada hal-hal yang ringan.
2. Berakal sehat.
Allah SWT berfirman : "Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik." (QS. An-Nisaa : 5).
3. Tidak ada pemborosan,
artinya tidak suka memubazirkan harta benda. Allah SWT berfirman :
"Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS. Al-Israa : 27)
4. Suka sama suka (saling rela),
yaitu atas kehendak sendiri, tidak dipaksa orang lain. Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya jual beli itu sah apabila terjadi suka sama suka." (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majah)
b. Syarat sah barang yang diperjual-belikan
1. Barang itu suci, oleh sebab itu tidak sah jual-beli barang najis seperti bangkai, babi dan sebagainya.
Rasulullah SAW bersabda : Dari Jabir bin Abdullah ra, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah SAW bersabda pada tahun kemenangan (Fathu Makkah) di Makkah : "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan jual-beli khamar (arak), bangkai, babi dan berhala (patung)." (HR. Muttafaqun 'alaih).
2. Barang itu bermanfaat, oleh sebab itu barang yang tidak bermanfaat seperti lalat, nyamuk dan sebagainya tidak sah diperjualbelikan.
3. Barang itu milik sendiri atau diberi kuasa orang lain.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Umar bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya , dari Nabi SAW. Beliau bersabda : "Tidak ada thalaq (tidak sah thalaq) kecuali pada perempuan yang engkau miliki, tidak ada kemerdekaan budak kecuali kepada budak yang engkau miliki dan tidak ada jual-beli kecuali kepada barang yang engkau miliki". (HR. Abu Dawud, At-Turmudzi dengan sanad hasan)
4. Barang itu jelas dan dapat dikuasai oleh penjual dan pembeli. Oleh karena itu tidak sah jual-beli barang yang masih ada di laut atau di sungai dan sebagainya.
Rasulullah SAW bersabda : Dari Ibnu Mas'ud re, ia berkata : Nabi SAW bersabda : "Janganlah kamu sekalian membeli ikan yang masih di dalam air, karena sesungguhnya hal itu adalah mengandung gharar (tipu muslihat)". (HR. Ahmad)
5. Barang itu dapat diketahui kedua belah pihak (penjual dan pembeli) baik kadarnya (ukuran dan timbangannya), jenisnya, sifatnya maupun harganya.
Rasulullah SAW bersabda : Dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah SAW telah melarang jual-beli lempar-melempar (mengundi nasib) dan jual-beli gharar (tipu muslihat). (HR. Muslim)
Dalam jual-beli, di samping syarat sah di atas harus ada kesepakatan harga antara penjual dan pembeli dan harus ada ijab qabul.
Ijab ialah ucapan penjual bahwa barang ini saya jual kepadamu dengan harga sekian. Sedangkan qabul adalah ucapan pembeli bahwa barang itu sudah dibeli dari penjual dengan harga sekian.
Bentuk Jual-beli yang Terlarang
Jual-beli dianggap sah apabila memenuhi syarat dan rukunnya. Jual-beli yang sah tapi terlarang apabila jual-beli itu memenuhi syarat dan rukun tetapi melanggar larangan-larangan syara' atau merugikan kepentiangan umum.
Jual-beli yang tidak sah karena kurang syarat rukun
1. Jual-beli dengan sistem ijon, yaitu jual-beli yang belum jelas barangnya, seperti buah-buahan yang masih muda, padi yang masih hijau yang memungkinkan dapat merugikan orang lain.
Dari Ibnu Umar, Nabi SAW telah melarang jual-beli buah-buhan sehingga nyata baiknya buah itu. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
2. Jual-beli binatang ternak yang masih dalam kandungan dan belum jelas apakah setelah lahir anak binatang itu hidup atau mati.
Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang jual-beli anak binatang yang masih dalam kandungan induknya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3. Jual-beli sperma (air mani) binatang jantan.
Dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata : Rasulullah SAW telah melarang jual-beli kelebihan air. (HR. Muslim) dan Nabi menambahkan pada riwayat yang lain bahwa belia telah melarang (menerima bayaran) dari persetubuhan air (mani) jantan. (HR. Muslim dan An-Nasai)
Adapun meminjamkan binatang jantan untuk dikawinkan dengan binatang betina orang lain tanpa maksud jual-beli hal ini sah, malah dianjurkan. Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Kabsyah, Nabi SAW telah bersabda : "Siapa yang telah mencampurkan binatang jantan dengan binatang betina kemudian dengan pencampuran itu mendapatkan anak, maka ia akan mendapatkan pahala sebanyak tujuh puluh binatang." (HR. Ibnu Hibban)
4. Jual-beli barang yang belum ada di tangan, maksudnya ialah barang yang dijual itu masih berada di tangan penjual pertama. Dengan demikian secara hukum, penjual belum memiliki barang tersebut.
Rasulullah SAW telah bersabda : "Janganlah engaku menjual sesuatu yang baru saja engkau beli sehingga engkau menerima barang itu." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi)
5. Jual-beli benda najis, minuman keras, babi, bangkai dan sebagainya.
Jual-beli sah tapi terlarang
Jual-beli ini disebabkan karena ada satu sebab atau akibat dari perbuatan itu. Yang termasuk dalam jual-beli jenis ini adalah :
1. Jual-beli yang dilakukan pada waktu shalat jum'at. Hal ini akan menyebabkan orang lupa menunaikan shalat jum'at. Allah SWT berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Jumuah : 9)
2. Jual-beli dengan niat untuk ditimbun pad saat masyarakat membutuhkan. Jual-beli ini sha tetapi dilarang karena ada maksud tidak baik, yaitu akan menjualnya dengan harga yang lebih mahal. Rasulullah SAW bersabda :
"Tidaklah seseorang meimbun barang kecuali orang yang durhaka." (HR. Muslim)
3. Membeli barang dengan mengahadang di pinggir jalan. Hal ini sah tetapi terlarang karena penjual tidak mengetahui harga umum di pasar sehingga memungkinkan ia menjual barangnya dengan harga lebih rendah.
4. Membeli atau menjual barang yang masih dalam tawaran orang lain. Rasulullah SAW bersabda : Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : "Janganlah sebagian kamu menjual atau membeli dari sebagain kamu atas barang yang sudah dijual/dibeli oleh orang lain." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
5. Jual-beli dengan menipu, eperti mengurangi timbangan, takaran atau ukuran.
6. Jual-beli alat-alat untuk maksiat.
Khiyar Dalam Jual-beli
Pengertian "al-khiyar" menurut bahasa adalah memilih yang terbaik. Khiyar dalam jual-beli menurut syara' ialah hak memilih bagi penjual atau pembeli untuk meneruskan aqad jual-beli atau membatalkannya. Hal ini agar kedua belah pihak dapat memikirkan sejauh mungkin kebaikan berlangsungnya jual-beli atau kebaikan untuk membatalkannya.
Rasulullah SAW bersabda :
"Engkau berhak khiyar dalam tiap-tiap barang yang engkau beli selama tiga malam". (HR. Al-Baihaqi dan Ibnu Majah)
Khiyar yang sesuai dengan aturan syara' hukumnya boleh, tetapi khiyar untuk menipu hukumnya haram dan dilarang.
Macam-macam Khiyar
a. Khiyar Majlis
Khiyar majlis, yaitu khiyar antara penjual dan pembeli boleh meneruskan jual-beli atau membatalkannya pada waktu masih berada di tempat aqad jual-beli. Jika keduanya telah berpisah maka hak khiyar tidak berlaku lagi. Ukuran berpisah disesuaikan dengan ada kebiasaan yang berlaku.
Rasulullah SAW bersabda :
"Orang yang mengadakan jual-beli, diperbolehkan melakukan khiyar selama keduanya belum terpisah dari tempat aqad." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
b. Khiyar Syarat
Khiyar syarat ialah hak memilih antara meneruskan jual-beli atau membatalkannya dengan syarat tertentu. Masa berlakunya khiyar syarat adalah tiga hari sebagaimana hadist di atas.
Contoh khiyar syarat :
Pembeli berkata kepada penjual : "Saya membeli radio ini jika anak saya cocok". Apabila radio itu sudah dicoba dan ternyata anakna cocok, maka jual-beli dapat diteruskan, tetapi jika anaknya tidak cocok maka jual-beli dapat dibatalkan.
c. Khiyar 'Aib
Khiyar 'aib adalah h akuntansi memilih antara meneruskan atau membatalkan aqad jual-beli yang disebabkan karena terdapat cacat atau aib pada barang yang dijual. Hal ini dapat terjadi karena pembeli tidak mengetahui bahwa pada barang ini terdapat cacat.
Aisyah ra telah meriwayatkan bahwa sesungguhnya seorang laki-laki membeli budak dan telah tinggal bersamanya beberapa waktu, kemudian kedapatan budak itu ada cacatnya, lalu hal itu diadukan kepada Nabi SAW. Maka Nabi SAW memerintahkan supaya budak itu dikembalikan kepadanya." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Turmudzi)
Mengembalikan barang yang cacat hendaklah dengan seera, tidak boleh ditunda dan jangan menggunakan barang yang cacat itu sebelum dikembalikan.
Pembatalan Jual-beli Terhadap Orang yang Menyesal
Jika jual-beli telah terjadi, kemudian pembeli menyesal karena mungkin barang yang dibeli itu keliru atau kemungkinan yang lain dan ia menginginkan pembatalan jual-beli, maka sangat dianjurkan kepada penjual untuk menerima pembatalan itu. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW : "Siapa yang membatalkan jual-belinya terhadap orang yang menyesal, maka Allah akan menghindarkan dia dari kerugian usahanya." (HR. Al-Bazzar)

Hutang-piutang (ad-dayn)

Hutang-piutang menurut syara ialah aqad untuk memberikan sesuatu benda yang ada harganya atau berupa uang dari seseorang kepada orang lain yang memerlukan dengan perjanjian orang yang berutang akan mengembalikan dengan jumlah yang sama.
Islam mengajarkan kepada ummatnya jika terjadi aqad utang-piutang hendaknya ditulis dengan menyebutkan siapa yang memberikan hutang, nama orang yang berutabng, dan jenis barang yang diutang serat tanggal terjadinya hutang-piutang, tanggal pengembalian dan alamat yang berutang.
Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada utangnya." (QS. Al-Baqarah : 282)
Untuk lebih menguatkan catatan tanda terima, surat perjanjian/kwitansi tersebut selain ditandatangani oleh yang berutang juga ditandatangani oleh saki, sebagaimana firman Allah SWT :
"Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya." (QS. Al-Baqarah : 282)
Orang yang berhutang hukumnya mubah (boleh), sedangkan orang yang memberi pinjaman hukumnya sunnah, sebab ia termasuk orang yang menolong sesamanya. Hukum ini dapat berubah menjaid wajib jika orang yang meminjam itu benda-benar dalam keadaan terdesak, misalnya hutang beras bagi orang yang kelaparan, hutang uang untuk biaya pengobatan, dan lain sebagainya.
Rasulullah SAW bersabda :
ari Ibnu Mas'ud ra, sesungguhnya Nabi SAW telah besabda "Seorang muslim yang memberi pinjaman kepada seorang muslim dua kali, seolah-olah dia telah bersedekah kepadanya satu kali". (HR. Ibnu Majah)
Antara orang yang menghutangi dengan orang yang berhutang dilarang memberikan sayarat agar dalam pengembalian hutang itu dilebihkan nilainya. Sebagai contoh, sewaktu terjadi aqad, orang yang mengutangi sebesar Rp. 50.000 memberi syarat nanti ketika yang berutang mengembalikan hutangnya dalam jangka waktu 3 bulan menjadi Rp. 55.000. Tambahan itu tidak halal dan termasuk riba. Jika tambahan itu tidak disyaratkan pada waktu aqad tetapi secara sukarela dari orang yang meminjam tidak termasuk riba, bahkan dianjurkan.
Rasulullah SAW bersabda :
Maka sesungguhnya sebaik-baik kamu ialah orang yang sebaik-baiknya pada waktu membayar hutang." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW telah berhutang binatang ternak, kemudian beliau membayar dengan binatang yang lebih besar umurnya daripada binatang yang beliau pinjam itu, dan Rasulullah bersabda : "Orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang membayar hutangnya dengan yang lebih baik." (HR. Ahmad At-Turmudzi dan disahkannya).

Hiwalah (Perpindahan Hutang)

"Al-hiawalah" iasalah suatu perpindahan hutang dari seseorang kepada orang kedua karena orang kedua ini mempunyai hutang kepada orang pertama. Contoh, Ali mempunyai hutang kepada Abbas sebesar Rp. 3.000 dan Salim mempunyai hurang kepada Ali sebesar Rp. 3.000. Kemudian Ali memindahkan hutangnya kepada Salim dengan persetujuan Abbas. Dengan demikian Ali sudah tidak mempunyai hutang lagi kepada Abbas karena sudah dilimpahkan kepada Salim.
Rasulullah SAW bersabda :
"Memperpanjang pembayaran hutang bagi orang yang mampu termasuk aniaya, maka apabila salah seorang di antara kamu memindahkan hutangnya kepada yang lain hendaklah diterima perpindahan itu asalkan orang yang menerima perpindahan itu sanggup membayarnya." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).
Hukum hiwalah adalah mubah/boleh sepanjang tidak merugikan salah satu pihak dan tidak ada unsur penipuan. Dasar kebolehannya adalah hadits di atas.
Rukun hiwalah :
1. Orang yang berhutang dan berpiutang (yang menghutangi)
2. Orang yang berpiutang
3. Orang yang berhutang
4. Ada hutang dari orang yang berpiutang kepada yang orang yang berpiutang yang lain
5. Ada hutang dari orang yang berhutang kepada orang yang berhutang.
6. Aqad, yaitu ijab dan qabul.

Gadai dan Borg (Jaminan)

Pengertian gadai menurut istilah syara' ialah penyerahan suatu benda yang berharga dari seseorang kepada orang lain sebagai penguat atau tanggungan dalam hutang-piutang.
Yang dimaksud dengan borg (jaminan) adalah benda yang dijadikan penguat dalam hutang-piutang itu. Borg dalam bahsa fiqih disebut "ar-rahn".
Benda sebagai borg ini akan diambil oleh yang berutang jika hutangnya telah dibayar. Jika waktu pembayaran telah ditentukan telah tiba dan hutangnya belum dibayar, maka borg itu dapat dijadikan sebagai pengganti pembayarn utang, atau borg itu dijual untuk pembayaran hutang dan jika ada kelebihannya akan dikembalikan kepada orang yang berhutang.
Allah SWT berfirman :
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)." (QS. Al-Baqarah : 283).
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Anas ia verkata, Rasulullah SAW menyerahkan tanggungan baju besi kepada orang yahudi di Madinah, karena beliau berhutang syair (gandum) untuk keluarganya." (HR. Ahmad, Al-Bukhari, An-Nasai dan Ibnu Majah).
Hukum gadai ialah sama seperti hutang-piutang yaitu sunnah bagi yang memberikan hutang (menerima borg) dan mubah bagi yang berhutang (menyerahkan borg/jaminan).
Rukun gadai :
1. Orang yang menggadaikan atau yang menyerahkan jaminan.
2. Orang yang memberi hutang atau yang menerima jaminan. Kedua orang ini disyaratkan orang yang berhak membelanjakan hartanya.
3. Barang yang menjadi jaminan disyaratkan tidak rusak sebelum sampai kepada pembayaran hutang.
4. Hutang atau sesuatu yang menjadikan adanya gadai.
5. Aqad (ijab dan qabul).
Pemanfaatan Barang dan Jaminan (borg)
Barang jaminan sepenuhnyha menjadi hak orang yang menjaminkan dalam pemanfataan barang itu. Suatiu contoh, orng yang berhutang dengan jaminan sawahnya maka ia masih boleh mengambil manfaatnya dengan menggarap sawah tersebut tetapi ia boleh menjual atau menyewakannya.
Rasulullah SAW bersabda :
Jaminan tidak menutup manfaat terhadap orang yang mempunyai barang itu, faedahnya ia mempunyai dan ia wajib membayar dendanya." (HR. As-Syafii dan Ad-Daruqutni).
Orang yang memegang jaminan boleh mengambil manfaatnya sekedar sebagai ganti pemeliharaannya dan tidak boleh lebih dari itu. Sebagai contoh, jika jaminan itu berupa sepeda, maka bagi yang menghutangi boleh mengendarai sepeda itu seperlunya secara wajar.
Perbadaan Pemanfaatan Gadai dan Barang Jaminan
Kebiasaan yang berlaku di Indonesia, pemanfaatan barang jaminan tetap pada pemilik barang jaminan itu. Misalnya orang yang berhutang kepada orang lain dengan manjadikan sawahnya sebagai jaminan dalam hutang-piutang, maka pemanfataan sawah itu tetap pada pemiliknya.
Di dalam gadai, pemanfaatan barang jaminan pada orang yang menerima gadai (orang yang menghutangi). Sebagai contoh, orang yang menggadaikan sawahnya kepada orang lain, maka pemanfaatan sawah itu adalah pada orang yang menerima gadai sampai hutang orang yang menggadaikan sawah itu dibayarkan.
Praktek gadai semacam ini tidak sebenarnya kurang sesuai dengan syariat Islam, karena hal ini tidak terdapat nilai tolong-menolong antar sesama, bahkan mungkin sebaliknya terjadi pemerasan.

Binatang yang Halal dan yang Haram

Binatang yang halal maksudnya ialah binatang yang diperbolehkan bagi umat Islam untuk memakannya.
1. Binatang yang hidup di darat
Binatang yan hidup di darat yang termasuk jenis binatang yang baik, artinya tidak kotor atau menjijikan dan tidak digolongkan binatang yang haram menurut ketentuan Allah dan Rasul. Untuk memakan daging binatang yang halal ini harus disembelih terlebih dahulu dengan membacakan nama Allah SWT. Binatang halal ini dapat dicontohkan seperti binatang ternak, yaitu kerbau, sapi, kambing dan sebagainya atau binatang yang biasa hidup di hutan seperti kijang, rusa dan sebagainya.

Firman Allah : "Dihalalkan bagimu binatang ternak." (QS. Al-Maidah : 1).
Hadits Nabi SAW : Dari Jabir ra. Nabi SAW telah mengizinkan makan daging kuda. (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
2. Binatang yang hidup di air
Firman Allah : "Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan." (QS. Al-Maidah : 96)
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Mengenai laut, laut itu suci airnya dan halal bangkainya." (HR. Imam Empat).
"Dihalalkan bagi kita (makan) dua macam bangkai dan dua macam darah, bangkai itu adalah bangkai ikan dan bangkai, sedangkan dua darah adalah hati dan limpa." (HR. Ad-Daruquthni)

Binatang yang Haram
1. Binatang babi
2. Firman Allah : "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi." (QS. Al-Maidah : 3)
3. Semua binatang yang dapat hidup dan tahan lama di dua tempat, yaitu di darat dan di air, seperti buaya, penyu, katak dan sebagainya.

Dari Abdur Rahman bin Usman Al-Quraisyi ra, sesungguhnya seorang tabib telah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang katak yang dijadikan obat, maka Rasulullah SAW telah melarang membunuhnya." (HR. Ahmad disahkan oleh Al-Hakim)
4. Semua binatang yang bertaring seperti harimau, srigala, anjing. kucing dan sebagainya. "Tiap-tiap binatang buas yang mempunyai taring adalah haram dimakan." (HR. Muslim dan Turmudzi)
5. Semua binatang yang mempunyai kuku atau cakar tajam seperti elang, rajawali dan sebagainya. Nabi SAW telah melarang tiap-tiap burung yang mempunyai kuku tajam." (HR. Muslim)
6. Binatang yang diperintahkan untuk dibunuh.
Dari A'isyah ra. Rasulullah SAW telah bersabda : "Lima binatang yang jahat hendaklah dibunuh, baik ada di tanah halal maupun di tanah haram, yaitu ular, gagak, tikus, anjing galak dan burung elang." (HR. Muslim)
7. Binatang yang dilarang untuk dibunuhnya yaitu seperti binatang semut, lebah, burung teguk dan burung surad.

A Q I Q A H

Kata aqiqah menurut bahasa artinya penyembelihan binatang dari kelahiran seorang anak pada hari yang ketujuh, atau nama rambut yang terdapat di atas kepala bayi yang dilahirkan.
Aqiqah menurut syara' ialah penyembelihan binatang ternak pada hari ketujuh dari kelahiran anak laki-laki ataupu perempuan. Pada hari itu anak diberi nama yang baik dan rambut kepalanya dicukur.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Samurah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda : "Setiap anak yang baru lahir tergadai (menjadi tanggungan) dengan aqiqanya sampai disembelih (aqiqah) itu untuknya pada hari ketujuh, dicukur dan diberi nama." (HR. Ahmad, Imam Empat dan Disahkan oleh At-Turmudzi).
Hukum Aqiqah
Aqiqah hukummnya sunnah muakkad bagi kedua orang tua yang mempunyai tanggungan belanja atas anak itu. Tetapi apabila awiqah ini dinadzarkan maka hukumnya wajib. Daging aqiqah nadzar harus dibagikan seluruhnya dan yang beraqiqah tidak boleh makan dagingnya sama sekali.
Adapun binatang ternak untuk aqiqah adalah kambing, bagi anak laki-laki dua ekor kambing dan bagi anak perempuan satu ekor kambing.
Rasulullah SAW bersabda :
Allah tidak menyukai kenakalan anak-anak terhadap kedua orang tuanya (durhaka), siap yang dianugerahi seorang anak dan ingin beribadah menyembelih hewan untuknya, maka laksanakanlah untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang setingkat dan untuk anak perempuan seekor kambiing." (HR. Abu Dawud).
Ketentuan dan sayarat binatang untuk aqiqah sama dengan ketentuan dan syarat binatang qurban.
Waktu Pelaksanaan Aqiqah
Penyembelihan aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh kelahiran anak atau hari keempat belas atau hari kedua puluh satu. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW :
Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya dari Nabi SAW, sesungguhnya Nabi telah bersabda : "Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh kelahiran anak atau hari keempat belas atau hari kedua puluh satu." (HR. Al-Baihaqi).
Hal-hal yang Disunnahkan Waktu Melaksanakan Aqiqah
a. Membaca basmalah.
b. Membaca sholawat atas Nabi.
c. Membaca takbir.
d. Membaca doa.
"Bismillahir rohmaanir rahiim Allahumma minka wa ilayka aqiiqotu fulaanin fa taqobbal minnii" (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ya Allah dari Engkau dan untuk Engkau aqiqah fulan (sebutkan nama anak yang diaqiqahi) ini aku persembahkan, maka terimalah dariku).
e. Disembelih sendiri oleh ayah dari anak yang diaqiqahkan.
f. Daging aqiqah dibagikan kepada fakir miskin dan tetangga setelah dimasak terlebih dahulu.
Pada hari itu anak dicukur rambutnya dan diberi nama dan bersedekah seberat rambut bayi yang baru dicukur dengan nilai 1/2 atau 1 dirham. Sebagian ulama berpendapat bahwa sedekah itu seberat timbangan rambut bayi dengan nilai harga emas/perak.
Rasulullah SAW bersada :
Dari Ali bin Abi Thalib ia berkata, Rasulullah SAW telah mengaqiqahkan Hasan dengan seekor kambing, maka Nabi bersabda : "Hai Fathimah, cukurlah rambutnya, bersedekahlah dengan perak seberat rambutnya." Kemudian Ali berkata lagi : Fathimah kemudian menimbangnya satu dirham atau 1/2 dirham. (HR. At-Turmudzi).