Tampilkan postingan dengan label Ibadah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ibadah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 01 Juli 2011

AIR DUA KULAH

Air Dua Kulah Diindonesia & Air Musta’mal
1. Air Dua Kulah
Dalam banyak kitab fiqih disebutkan bahwa ukuran volume 2 qulah itu adalah 500 rithl Baghdad. Atau sama dengan 446 3/7 Rithl Mesir atau sama dengan 81 rithl Syam. Dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter. Demikian disebutkan dalam kitab fiqih sebagaimana dikutip oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu.
Dalam mazhab Asy-Syafi`iyyah, bila air dalam suatu wadah jumlahnya kurang dari 270 liter dan kemasukan air yang sudah digunakan untuk berwudhu`, maka air itu dianggap sudah musta`mal. Air itu suci tapi tidak bisa digunakan untuk bersuci (berwudhu` atau mandi). Tapi bila bukan digunakan untuk wudhu` seperti cuci tangan biasa, maka tidak dikategorikan air musta`mal. Karena istilah musta`mal yang maknanya sudah digunakan berkaitan dengan digunakan untuk wudhu` atau mandi saja, bukan digunakan untuk hal lainnya.
2. Air Musta'mal
Air musta`mal berarti air yang sudah dipakai, maksudnya yang telah digunakan untuk bersuci baik dalam berwudhu`, mandi atau mencuci najis dalam kebanyakan pendapat ulama.
Sedangkan istilah qullah adalah ukuran volume air. Dalam banyak kitab fiqih disebutkan bahwa ukuran volume 2 qulah itu adalah 500 rithl Baghdad. Atau sama dengan 446 3/7 Rithl Mesir atau sama dengan 81 rithl Syam. Dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter. Demikian disebutkan dalam kitab fiqih sebagaimana dikutip oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu.
Dalam mazhab Asy-Syafi`iyyah, bila air dalam suatu wadah jumlahnya kurang dari 270 liter dan kemasukan air yang sudah digunakan untuk berwudhu`, maka air itu dianggap sudah musta`mal. Air itu suci tapi tidak bisa digunakan untuk bersuci (berwudhu` atau mandi). Tapi bila bukan digunakan untuk wudhu` seperti cuci tangan biasa, maka tidak dikategorikan air musta`mal.
Karena istilah musta`mal yang maknanya sudah digunakan berkaitan dengan digunakan untuk wudhu` atau mandi saja, bukan digunakan untuk hal lainnya.
Pengertian Musta`mal di antara fuqoha mazhab :
a. Ulama Al-Hanafiyah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (wudhu` untuk shalat atau mandi wajib) atau untuk qurbah (wudhu` sunnah dan mandi sunnah).
Yang menjadi musta`mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta`mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa wudhu` atau mandi.
Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi musta`mal.
Bagi mereka, air musta`mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudhu` atau mandi.
(lihat kitab Al-Badai` jilid 1 hal. 69 dan seterusnya, juga Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 hal. 182-186, juga Fathul Qadir 58/1,61).
b. Ulama Al-Malikiyah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats baik wudhu` atau mandi. Dan tidak dibedakan apakah wudhu` atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats (barang najis).
Dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan bahwa yang musta`mal hanyalah air bekas wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang.
namun yang membedakan adalah bahwa air musta`mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan. Artinya, bisa dan syah digunakan untuk mencuci najis atau wadah. Air ini boleh digunakan lagi untuk berwudhu` atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan karahah.
(Lihat As-Syahru As-Shaghir 37/1-40, As-Syarhul Kabir ma`a Ad-Dasuqi 41/1-43, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah hal. 31, Bidayatul Mujtahid 1 hal 26 dan sesudahnya).
c. Ulama Asy-Syafi`iyyah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta`mal apabila jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat untuk wudhu` atau mandi meski untuk untuk mencuci tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudhu`
Namun bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudhu`, maka belum lagi dianggap musta`mal. Termasuk dalam air musta`mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk Islam atau mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu baru dikatakan musta`mal kalau sudah lepas / menetes dari tubuh.

Air musta`mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu` atau untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karean statusnya suci tapi tidak mensucikan. (Lihat Mughni Al-Muhtaj 1/20 dan Al-Muhazzab jilid 5 hal. 1,8)
d. Ulama Al-Hanabilah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats kecil (wudhu`) atau hadats besar (mandi) atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun aromanya.
Selain itu air bekas memandikan mayit pun termasuk air musta`mal.
Namun bila air itu digunakan untuk mencuci atau membasuh sesautu yang diluar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air musta`mal. Seperti membasuh muka yang bukan dalam rangkaian wudhu`. Atau mencuci tangan yang bukan dalam kaitan wudhu`.
Dan selama air itu sedang digunakan untuk berwudhu` atau mandi, maka belum dikatakan musta`mal. Hukum musta`mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu untuk wudhu` atau mandi, lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk wudhu` / mandi lagi dengan air yang sama. Barulah saat itu dikatakan bahwa air itu musta`mal.
Mazhab ini juga mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air musta`mal yang jatuh ke dalam air yang jumlahnya kurang dari 2 qullah, maka tidak mengakibatkan air itu menjadi 'tertular' kemusta`malannya.
Bahkan Sayyid Sabiq dalam kitab Fikih Sunahnya dengan tegas mengatakan bahwa air musta'mal adalah suci dan bisa untuk bersuci karena melihat pada asalnya yang memang bisa mensucikan. Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah saw. pernah mengusap kepala beliau dengan sisa air yang terdapat di tangan (HR Ahmad dan Abu Daud).

Senin, 27 Juni 2011

Q u r b a n

Pengertian dan Hukum Qurban
Qurban disebut juga udh-hiyyah yaitu binatang ternak yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) yang diniatkan semata-mata utntuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Berqurban hukumnya sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan). Allah SWT berfirman :
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus. QS. Al-Kautsar : 1-3).
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa yang mempunyai kemampuan untuk berqurban dan ia tidak mau berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat sholat kami". (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
"Aku disuruh menyembelih qurban dan (qurban itu) sunnah bagi kamu". (HR. At-Turmudzi).
Binatang yang Diperbolehkan untuk Diqurbankan
Binatang yang diperbolehkan untuk diqurban ialah binatang yang dapat mendatangkan kelezatan, kenikmatan, banyak dagingnya (gemuk). Binatang itu boleh berua sapi, unta, dan domba/kambing. Seekor kambing untuk seorang, sedangkan seekor unta, sapi atau kerbau atau tujuh orang.
Dari Jabir, kami telah berqurban bersama Rasulullah SAW pada tahun Hudaybiyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang. (HR. Muslim).
Adapun umur binatang yang sah untuk diqurban adalah sebagai berikut :
a. Kambing/domba umur satu tahun lebih atau sudah berganti gigi disebut "dha-n".
b. Kambing umur dua tahun lebih disebut "ma'z".
c. Kerbau/sapi umur dua tahun lebih.
d. Unta berumur lima tahun lebih yang disebut "ibil"
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Jabir, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Janganlah kamu menyembelih qurban kecuali musinnah, kecuali jika kamu kesulitan untuk mendapatkannya maka sembelihlah jadz'ah dari kambing". (HR. Muslim).
Yang dimaksud dengan musinnah ialah bintang yang telah berganti gigi. Bagi kambing/domba yang telah cukup berumur satu tahun lebih atau unta yang telah berumur lima tahun atau lebih.
Adapun yang dimaksud dengan jadz'ah ialah kambing yang telah berumur satu tahun.

Dari Uqbah bin Amir ia berkata, Rasulullah SAW telah mengatur penyembelihan qurban, maka Nabi telah menetapkan jadz'ah, maka aku bertanya kepada Nabi SAW, selanjutnya beliau bersabda : "Sembelihlah kambing yang engkau miliki". (HR. At-Turmudzi).
Sifat-sifat binatang yang dibuat qurban ialah binatang yang gemuk dan berlemak, tidak sakit-sakitan, tidak buta matanya, tidak pincang kakinya, tidak patah tanduknya, tidak sobek telinganya. Tidak putus ekornya, dan tidak dalam keadaan hamil.
Rasulullah SAW bersabda : Dari Barra' bin Azib ra, ia berkata : Nabi SAW berada di antara kami dan bersabda : "Empat macam tidak boleh untuk qurban, yaitu buat sebelah yang nyata butanya, sakit yang nyata sakitnya, pincang yang nyata pincangnya, dan tua yang tidak mempunyai sumsum". (HR. Ahmad dan Imam Empat).
Dari Ali ra, Rasulullah SAW telah memerintahkan kami agar meneliti mata dan telinga, dan tidak boleh berqurban dengan yang buta sebelah, tidak yang terbelah bagian muka dan belakang atau kedua telinganya telah berlubang dan tidak yang ompong gigi depannya." (HR. Ahmad dan Imam Empat).
Imam Nawawi berpendapat bahwa qurban yang lebih utama menurut sahabat adalah binatang yang berwarna putih, kemudian yang berwarna kuning, kemudian yang bewarna abu-abu yaitu yang tidak keruh dengan warna putih, kemudian yang berwarna belang yaitu sebagain hitam dan sebagian putih, kemudian bewarna hitam mulus. (Subulus Salam Juz IV halaman 90).
Waktu Pelaksansaan Qurban
Waktu pelaksanaan qurban adalah sesudah shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan tiga hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
Rasulullah SAW bersabda :
"Siapa yang menyembelih qurban sebelum shlat Idul Adha maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri, dan barang siapa menyemebelih qurban sesudah shalat Idul Adha dan dua khutbah maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya dan ia telah menjalankan aturan Islam". (HR. AL-Bukhari)
"Semua hari tasyriq adalah waktu menyembelih qurban." (HR. Ahmad).
Sunnah-sunnah Pada Waktu Penyembelihan Qurban
a. Membaca basmalah.
b. Membaca Shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
c. Membaca takbir.
d. Disembelih oleh orang yang berqurban sendiri, tidak minta tolong kepada orang lain.
e. Kaki yang menyembelih ditumpangkan pada leher binatang qurban.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Anas bin Malik ra, sesungguhnya Nabi SAW pernah berqurban dengan dua ekor kambing kibas yang bertanduk, yaitu dengan menyebut nama Allah, bertakbir dan meletakkan kakinya di atas leher kedua kambing tersebut, dan pada lafazh yang lain, beliau menyembelihnya dengan tangannya sendiri, dan pada lafaz lain lagi, dua kambing yang gemuk, dan satu lafaz lagi bagi muslim, beliau menyebut Bismillahi Allahu Akbar.
f. Yang menyembelih qurban menghadap kiblat demikian pula binatang qurbannya dihadapkan ke arah kiblat.
g. Ketika menyembelih membca doa seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW :
Rasulullah SAW ketika menyembelih qurban mengucapkan doa : "Allahumma taqobbal min muhammadin wa aali muhammadin wa min ummati muhammadin" (Ya Allah, terimalah qurban Muhammad, keluarga Muhammad dan dari ummat Muhammad SAW). (HR. Ahmad dan Muslim)
Doa lain yang dibaca Rasulullah SAW : "Bismillahir rohmaanir rahiim Allahumma minka wa ilayka udh-hiyatan fa taqobbal minnii" (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ya Allah dari Engkau dan untuk Engkau qurban ini aku persembahkan, maka terimalah).
Cara Membagikan Daging Qurban
Apabila qurban nazar (yang hukumnya wajib), maka seluruh daging qurban wajib dibagikan kepada fakir miskin dan yang berkurban tidak boleh memakannya. Jika qurban adalah qurban sunnah (qurban biasa) maka daging qurbannya dapat dibagi tiga bagian, yaitu :
a. 1/3 bagian untuk yang berqurban dan keluarganya.
b. 1/3 bagian untuk disedekahkan kepada fakir miskin.
c. 1/3 bagian disimpan dan disedekahkan kepada orang-orang yang datang kemudian atau orang yang membutuhkannya.
Allah berfirman :
"Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir." (QS. Al-Hajj : 28)
"Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur." (QS. Al-Hajj : 36)
Rasulullah SAW bersabda :
"Janganlah kamu menjual daging denda haji dan daging qurban, dan makanlah, dan sedekahkanlah dagingnya itu serta ambillah manfaat kulitnya dan jangan engkau menjualnya." (HR. Ahmad).

Pengurusan Jenazah

Seornag muslim yang sudah meninggal harus diurus jenazahnya secara terhormat. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan bagi orang yang telah meninggal dunia, yaitu :
a. Hendaklah segera dipejamkan matanya, ditutup mulutnya, kemudian dilipatkan kedua tangannya di atas badanya dan kedua kakinya diluruskan.
b. Hendaknya ditutup seluruh tubuhnya dengan kain dan jangan sampai terbuka auratnya.
c. Memberitakan kepada zanak famili jenazah dan bagi orang yang mengetahuinya hendaknya segera berta'ziah di rumah duka.
Kewajiban Terhadap Jenazah
Kewajiban pengurusan jenazah bagi orang yang masih hidup adalah memandikan, menggafankan, menyolatkan dan menguburkan. Kewajiban-kewajiban ini termasuk fardhu kifayah, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada umat Islam yang jika telah dilaksanakan oleh sebagian mereka dianggap mencukupi. Tetapi jika diantara umat Islam tidak ada yang melaksanakan maka umat Islam seluruh daerah itu berdosa semua.
A. Memandikan Jenazah
Syarat-syarat jenazah yang harus dimandikan :
1. Jenazah itu mulim atau muslimah
2. Badan atau anggota badannya masih ada walaupun hanya sebagain yang tinggal
3. Jenazah itu bukan mati syahid (mati dalam perang membela Islam)
Rasulullah SAW bersabda : Dari Jabir ra, sesungguhnya Nabi SAW telah memerintahkan sehubungan orang-prang yang gugur dalam perang uhud supaya mereka dikuburkan dengan darah mereka, tidak dimandikan dan tidak pula dishalatkan. (HR. Al-Bukhari).
Cara Memandikan Jenazah
1. Jenazah ditempatkan di tempat yang terlindung dari panas matahari, hujan atau pandangan orang banyak. Jenazah diletakkn pada tempat yang lebih tinggi seperti dipan/balai.
2. Jenazah diberi pakaian basahan misalnya sarung supaya auratnya tertutup. Yang memandika hendaknya memakai sarung tangan.
3. Air untuk memandikan jenazah disunnahkan diberi daun bidara atau sesuatu yang dpaat menghilangkan daki seperti sabun atau yang lain. Sebagian dari air ada yang dicampur dengan kapur barus untuk digunakan sebagai siraman terakhir.
4. Jenazah yang akan dimandikan dibersihkan terlebih dahulu dari najis yang melekat pada anggota badannya.
5. Kotoran yang mungkin ada di dalam perut jenazah dikeluarkan dengan cara menekan perutnya secara berhati-hati kemudian disucikan dengan air. Kotoran yang ada pada kuku jari-jari tangan dan kai termasuk kotoran yang ada di mulut atau gigi dibersihkan.
6. Menyiramkan air ke seluruh tubuh jenazah sampai merata dari kepala hingga ke ujung kaki dengan cara membaringkan jenazah ke kiri ketika membasuh anggota yang kanan dan membaringkan badannya ke kanan ketika membasuh anggota badannya yang kiri.
Serangkaian kegiatan ini dihitung satu kali basuhan dalam memandikan jenazah. Sedangkan untuk memandikan jenazah disunnahkan 3 kali atau 5 kali. Basuhan terakhir dengan menggunakan air yang dicampur dengan kapur barus.
Dalam memandikan jenazah disunnahkan mendahulukan anggota wudhu dan anggota badan sebelah kanan.
Rasulullah SAW bersabda : Dari Ummi Athiyah ra, Nabi SAW telah masuk kepada kami ketika kami memandikan putri beliau kemudian bersabda : "Mandikanlah ia tiga kali atau lima kali atau lebih jika kamu pandang baik lebih dari itu dengan air dan daun bidara, dan basuhlah yang terakhir dicampur dengan kapur barus". (HR. Al-Bbukhari dan Muslim)
Pada riwayat lain : "Mulailah dengan bagian badannya yang kanan dan anggota wudhu dari jenazah tersebut".
Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda mengenai orang yang mati terjatuh dari kendaraannya yaitu : "Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara". (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Orang yang Berhak Memandikan Jenazah
Jika jenazah itu laki-laki, maka yang memandikannya harus orang laki-laki, kecuali istri dan mahramnya. Demikian juga jika jenazah itu wanita, maka yang memandikannya harus wanita, kecuali suami dan mahramnya. Jika suami dan mahramnya semuanya ada, maka suami lebih berhak memandikan istrinya, demikian juga jika istri dan mahramnya semuanya ada, maka istri lebih berhak memandikan suaminya.
Jika yang meninggal seorang laki-laki dab di tempat itu tidak ada orang lak-laki, istri maupun mahramnya, maka jenazah itu cukup ditayamumkan saja, tidak dimakndikan oleh wanita lain. Demikian juga bila yang meninggal seorang wanita dan di tempat itu tidak ada suami atau mahramhya,maka jenzah cukup ditayamumkan saja. Jika jenazah itu masih anak-anak, baik laki-laki atau wanita, maka yang memandikannya boleh dari kaum laki-laki atau wanita.
B. Mengafani Jenazah
Yang dimaksud mengafani jenazah adalah membungkus jenazah dengan kain. Kain kafan diberli dari harta peninggalan mayat. Jika mayat tidak meninggalkan harta, maka kain kafan menjadi tanggungan orang yang menanggung nafkahnya ketika ia masih hidup. Jika yang menanggung nafkahnya juga tidak ada, maka kain kafan menjadi tanggungan kaum muslimin yang mampu.
Kain untuk mengafani jenazah paling sedikit satu lembar yang dapat menutupi seluruh tubuh mayat baik laki-laki maupun perempuan. Bagi yang mampu disunnahkan untu mayat laki-laki dikafani dengan tiga lapis kain tanpa baju dan sorban, sedangkan untuk mayat wanita disunnahkan lima lapis kain masing-masing untuk kain panjang (kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung atau semacam cadar dan sehelai kain yang menutupi seluruh tubuhnya.
Kain kafan diutamakan yang berwarna putih, tetapi jika tidak ada, warna apapun diperbolehkan dan diberi kapur barus dan harum-haruman.
Dari Aisyah ra, Rasulullah SAW telah dikafani dengan tiga lapis kain yang putih bersih yang terbuat dari kapas, tidak ada di dalamnya baju maupun sorban. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dari Laila binti Qanif ra, ia berkata : "Saya adalah seorang yang ikut memandikan Ummu Kultsum binti Rasulullah SAW ketika wafatnya. Yang mula-mula diberikan oleh Rasulullah pada kamu adalah kain basahan, kemudian baju, kemudian tutup kepala, kemudian kerudung (semacam cadar) dan sesudah itu dimasukkan dalam kain yang lain (yang menutupi sekalian tubuhnya)." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Rasulullah SAW bersabda : "Pakailah kain kamu yang putih, karena sesungguhnya sebaik-baik kain adalah kain yang putih dan kafanilah oleh kamu dengan kain yang putih itu." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).
C. Menyolatkan jenazah
Masalah sholat jenazah ini sudah dibahas pada bunga rampai 4, silahkan lihat kembali.
d. Menguburkan Jenazah
Jenzah dikuburkan setelah dishalatkan. Menguburkan jenazah ini hendaknya disegerakan karena sesuai dengan sabda Nabi SAW :
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : "Segeralah membawa jenazah, karena jika ia orang yang shaleh maka kamu menyegerakannya kepada kebaikan, dan jika ia bukan orang shaleh maka suapay kejahatan itu terbuang dari tanggunganmu." (HR. Jama'ah).
Jenazah hendaknya dipikul oleh empat orang dan diantarkan oleh keluarga dan teman-temannya sampai ke pemakaman.
Dari Ibnu Mas'ud ra, ia berkata : "Siapa yang menghantarkan jenazah maka hendaklah memikul pada keempat penjuru keranda, karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan sunnah (peraturan Nabi SAW)." (HR. Ibnu Majah).
Langkah-langkah Penguburan Jenazah
1. Mula-mula digali liang kubur sepanjang badan jenazah dengan lebar satu meter dan dalam lebih kurang dua meter. Di dasar lubang dibuat liang lahat miring ke kiblat kira-kira muat mayat, atau jika tanahnya mudah runtuh dapat digali liang tengah. Dengan demikian binatang buas tidak dapat membongkarnya atau jika maya membusuk tidak tercium baunya.
Dari Amir bin Sa'ad ia berkata : "Buatkanlah untuk saya lubang lahat dan pasanglah di atasku batu bata sebagaimana dibuat untuk kubur Rasulullah SAW". (HR. Ahmad dan Muslim)
2. Jenazah yang telah sampai di kubur dimasukkan ke dalam liang lahat itu dengan miring ke kanan dan menghadap kiblat. Pada saat meletakkan jenazah hendaklah dibacakan lafazh :
"Bismillah wa 'alaa millati rasulillaah" (Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah SAW). (HR. At-Turmudzi dan Abu Dawud).
3. Semua tali pengikat kain kafan dilepas, pipi kanan dan ujung kaki diletakkan pada tanah. Setelah itu liang lahat atau liang tengah ditutup dengan papan atau kayu atau bambu, kemudian di atasnya ditimbun dengan tanah sampai galian lubang rata, dan ditinggikan dari tanah biasa. Di atas arah kepala diberi tanda batu nisan.
"Sesungguhnya Nabi SAW telah meninggikan kubur putra beliau Ibrahim kira-kira sejengkal." (HR. Al-Baihaqi).
4. Meletakkan pelepah yang masih basah sesuai dengan hadits dari Ibnu Abbas atau meletakkan kerikil di atas kubur dan menyiramnya dengan air.
Dari Ja'far bin Muhammad, dari bapaknya, sesungguhnya Nabu SAW telah menaruh batu-batu kecil di atas kubur putra beliau Ibrahim. (HR. Asy-Syafii).
Dari Ja'far bin Muhammad dari ayahnya, sesungguhnya Nabi SAW telah menyiram kubur putra beliau Ibrahim. (HR. Asy-Syafii).
5. Mendoakan dan memohonkan ampunan untuk si mayat.
Dari Utsman ra, adalah Nabi SAW apabila telah selesai menguburkan mayat, beliau berdiri di atasnya dan bersabda : "Mohonkanlah ampnan untuk saudaramu dan mintalah untuknya supaya diberi ketabahan karena sesungguhnya ia sekarang sedang ditanya." (HR. Abu Dawud dan disahkan oleh Al-Hakim).
Hal-hal yang Bersangkutan Dengan Harta Mayat
Harta peninggalan orang yang meninggal haruslah ditasharufkan sesuai dengan urutan prioritas berikut ini :
a) Pembiayaan penyelenggaraan jenazah
b) Penyelesain hutang-hutang
c) Pelaksanaan wasiat
d) Pembagian harta waris kepada ahli waris
Pembiayaan Penyelenggaraan Jenazah
Bagi jenazah yang meninggalan harta peninggalan, maka prioritas utama penggunaannya adalah untuk keperluan pembaiyaan jenazah berupa :
 pembelian kain kafan, sabun, minyak wangi, kapur barus, dam lain-lain
 pembelian papan, penggalian kubur dan biaya penguburan lainnya.
Rasulullah SAW mengajarkan kepada para sahabatnya, jika terjadi musibah kematian, hendaknya di rumah itu tidak menyelenggarakan makan-makan, atau mengambil harta peninggalan untuk menjamu orang-orang yang datang berta'ziah. Bahkan Nabi SAW menganjurkan kepada orang-orang yang datang berta'ziah membawa makanan untuk keluarga yang terkena musibah.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ubadillah bin Ja'far ra, ia berkata : Ketika databng berita meninggalnya Ja'far karena terbunuh, Nabi SAW bersabda : "Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja'far karena sesungguhnya mereka sedang menderita kesusahan (kekalutan fikiran)". (HR. Lima ahli hadits kecuali An-Nasai).

Penyelesaian Hutang-hutang
Setelah harta peninggalan diambil untuk biaya pengurusan jenazah, maka harta peninggalan lainnya untuk melunasi hutang-hutang, yaitu :
 Hutang kepada Allah berupa kemungkinan ada nadzar yang belum dilaksanakan, zakat baik zakat firah maupun zakat harta, ibadah haji yang belum ditunaikan padahal ia telah mampu dan lain-lain.
Rasulullah SAW bersabda : "Hutang kepada Allah itu lebih berhak untuk dibayar." (HR. Ibnu Abbas).
 Hutang kepada sesama manusia harus segera diselesaikan supaya mayat segera terbebas dari hutang yang belum dibayar. Dalam hal ini ahli waris si mayat harus berusaha menanyakan kepada sanak fmili dan teman-temannya jika di antara mereka ada yang dihutangi oleh almarhum/almarhumah semasa masih hidup.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW telah bersabda : "Diri seorang mu'min itu bergantung (tidak sampai ke hadirat Allah SWT) karena hutangnya, sehiungga dibayar terlebih dahuku hutangnya itu (oleh sanak familinya yang masih hidup)." (HR. Ahmad dan At-Turmudzi).
Apabila mayat tidak mempunyai harta untuk melunasi hutangnya atau harta penninggalannya tidak mencukupinya, maka hutang mayat menjadi tanggungan ahli warisnya. Jika ahlki waris tidak mampu juga, maka hal ini diserahkan kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda : "Hutang itu ada dua macam, maka siapa yang meninggal dunia dan ia berniat untuk melunasinya maka saya walinya (yang akan mengurusnya), dan siapa yang meninggal dan tidak ada niat untuk melunasinya maka yang demikian itu pembayarannya akan diambil dari kebaikannya, karena pada hari ini tidak ada emas dan tidak ada perak". (HR. At-Thabrani).
Pelaksanaan Wasiat
Jika mayat meninggalkan wasiat dan harta peninggalan masih ada maka harus dipenuhi. Wasiat yang harus dipenuhi ialah yang tidak melebihi sepertiga harta peninggalannya.

Firman Allah SWT :
"Sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya." (QS. An-Nisaa : 11).
Dalam hadits disebutkan :
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : Alangkah baiknya jika manusia mengurangi wasiatnya dari sepertiga menjadi seperempat, karena Rasulullah SAW bersabda : "Wasiat itu sepertiga, sedang sepertiga itu sudah banyak." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Pembagian Harta Waris Kepada Ahli Waris
Pembagian harta waris dilakukan setelah dikeluarkan biaya pengurusan jenazah, penyelesaian hutang dan wasiat. Pembagian harta waris haruslah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ilmu faraidh.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Berikanlah bagian-bagian warisan itu kepada ahlinya, maka kelebihannya diberikan kepada orang yang lebih utama (dekat), yaitu orang laki-laki yang paling dekat dengan yang meninggal." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Anak-anak yang ditinggal mati orang tuanya harus dipelihara oleh keluarga yang dekat, dicukupi kebutuhannya, diperhatikan pendidikannya dan jangan sampai terlantar. Mereka yang tidak mempunyai saudara maka yang berkewajiban mengurusnya adalah kamu muslimin yang mampu. Mengurus anak yatim ini hukumnya fardhu kifayah.
Allah SWT berfirman :
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik." (QS. Al-Baqarah : 220).
"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin." (QS. Al-Maa'un : 1-3).

Menjenguk Orang Sakit ('iyaadhul mariidh)

Menjenguk orang sakit menurut istilah syara' artinya adalah mendatangi orang yang sedang sakit dengan maksud untuk menghibur agar dengan demikian yang sakit dapat terkurangi kesedihannay dan dapat terkurangi pul beban penderitaannya.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra, bersabda Rasulullah SAW : "Hak orang muslim dengan muslim lainnya ada lima hal, yaitu menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, mengabulkan undangan dan mendoakan yang bersin." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hukum menjenguk orang sakit adalah sunnah. Hadl ini berdasarkan hadits di atas dan hadits berikut :
Dari Abu Musa ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Jenguklah orang yang skit, berilah makan orang yang lapar dan lepaskanlah orang yang tertawan." (HR. Al-Bukhari).
Adab menjenguk orang sakit
a. Berpakaian sopan dan rapi.
b. Memberi nasehat kepada orang yang sakit agar sabar menerima musibah/cobaan dari Allah dan jika yang sakit dalam perwatan dokter diberi saran agar selalu mematuhi nasehat dokter.
c. Mendoakan yang sakit.
Rasulullah SAW bersabda : Dari Aisyah ra, bahwasanya Nabi SAW menjenguk salah seorang keluarganya dengan mengusapkan tangan kanannya seraya berkata : "Allahumma robban naas adzhibil ba-tsa isyfi antasy syaafi laa syifaa-a illaa syifaa-uk syifaa-an laa yughodiru saqoman" (Ya Allah Tuhan semua manusia, hilangkanlah segala penyakit, sembuhkanlah, karena hanya Engkaulah yang dapat menyembuhkan, tiada kesembuhan melainkan kesembuhan dariMU, kesembuhan yang tidak dihinggapi penyakit lagi)." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
d. Bagi orang yang sudah payah, hendaklah diajarkan membaca kalimah thayyibah (laa ilaaha illallaah) atau dibacakan surat Yaasin.
Rasulullah SAW bersabda : Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : "Ajarilah kepada orang yang sakit payah dengan membaca 'laa ilaaha illallaah'."(HR. Muslim).
Dari Muq'al bin Yasar, Nabi SAW bersabda : "Bacakanlah kepada orang yang sakit payah surat yasin". (HR. Abu Dawud dan An-Nasai).
e. Menanyakan tentang penyakit orang yang skit kepada keluarganya.
f. Memberikan bantuan berupa makanan atau uang jika diperlukan oleh si sakit dan keluarganya.
Hikmah Menjenguk Orang Sakit
a) Dengan menjenguk orang sakit, hubungan silaturrahim antara orang yang menjenguk dengan orang yang sakit beerta keluarganya menjadi lebih erat.
b) Orang yang skit beserta keluarganya dapat terhibur dan mungkin dapat mempercepat penyembuhan bagi orang yang sakit.
c) Orang yang menjenguk ornag sakit akan mendapat pahala dari Allah SWT.
Dari Ali ra, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : "Setiap muslim yang menjenguk sesama muslim pada waktu pagi maka ia dimintakan rahmat oleh tujuh puluh ribu malaikat sampai waktu sore. Jika ia menjenguknya pada waktu sore, maka ia dimintakan rahmat oelh tujuh puluh ribu malaikat sampai waktu pagi, serta ia mendapat jaminan buah-buahan yang siap dimakan di dalam surga." (HR. At-Turmudzi).
d) Jika yang menjenguk orang sakit itu kebetulan mempunyai keahlian untuk mengobati penyakit, ia dapat membantu untuk mengobatinya, atau jika kebetulan ia mengetahui obat untuk penyakit yang diderita si sakit ia dapat membantu untuk mencarikan obatnya.

A Q I Q A H

Kata aqiqah menurut bahasa artinya penyembelihan binatang dari kelahiran seorang anak pada hari yang ketujuh, atau nama rambut yang terdapat di atas kepala bayi yang dilahirkan.
Aqiqah menurut syara' ialah penyembelihan binatang ternak pada hari ketujuh dari kelahiran anak laki-laki ataupu perempuan. Pada hari itu anak diberi nama yang baik dan rambut kepalanya dicukur.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Samurah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda : "Setiap anak yang baru lahir tergadai (menjadi tanggungan) dengan aqiqanya sampai disembelih (aqiqah) itu untuknya pada hari ketujuh, dicukur dan diberi nama." (HR. Ahmad, Imam Empat dan Disahkan oleh At-Turmudzi).
Hukum Aqiqah
Aqiqah hukummnya sunnah muakkad bagi kedua orang tua yang mempunyai tanggungan belanja atas anak itu. Tetapi apabila awiqah ini dinadzarkan maka hukumnya wajib. Daging aqiqah nadzar harus dibagikan seluruhnya dan yang beraqiqah tidak boleh makan dagingnya sama sekali.
Adapun binatang ternak untuk aqiqah adalah kambing, bagi anak laki-laki dua ekor kambing dan bagi anak perempuan satu ekor kambing.
Rasulullah SAW bersabda :
Allah tidak menyukai kenakalan anak-anak terhadap kedua orang tuanya (durhaka), siap yang dianugerahi seorang anak dan ingin beribadah menyembelih hewan untuknya, maka laksanakanlah untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang setingkat dan untuk anak perempuan seekor kambiing." (HR. Abu Dawud).
Ketentuan dan sayarat binatang untuk aqiqah sama dengan ketentuan dan syarat binatang qurban.
Waktu Pelaksanaan Aqiqah
Penyembelihan aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh kelahiran anak atau hari keempat belas atau hari kedua puluh satu. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW :
Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya dari Nabi SAW, sesungguhnya Nabi telah bersabda : "Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh kelahiran anak atau hari keempat belas atau hari kedua puluh satu." (HR. Al-Baihaqi).
Hal-hal yang Disunnahkan Waktu Melaksanakan Aqiqah
a. Membaca basmalah.
b. Membaca sholawat atas Nabi.
c. Membaca takbir.
d. Membaca doa.
"Bismillahir rohmaanir rahiim Allahumma minka wa ilayka aqiiqotu fulaanin fa taqobbal minnii" (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ya Allah dari Engkau dan untuk Engkau aqiqah fulan (sebutkan nama anak yang diaqiqahi) ini aku persembahkan, maka terimalah dariku).
e. Disembelih sendiri oleh ayah dari anak yang diaqiqahkan.
f. Daging aqiqah dibagikan kepada fakir miskin dan tetangga setelah dimasak terlebih dahulu.
Pada hari itu anak dicukur rambutnya dan diberi nama dan bersedekah seberat rambut bayi yang baru dicukur dengan nilai 1/2 atau 1 dirham. Sebagian ulama berpendapat bahwa sedekah itu seberat timbangan rambut bayi dengan nilai harga emas/perak.
Rasulullah SAW bersada :
Dari Ali bin Abi Thalib ia berkata, Rasulullah SAW telah mengaqiqahkan Hasan dengan seekor kambing, maka Nabi bersabda : "Hai Fathimah, cukurlah rambutnya, bersedekahlah dengan perak seberat rambutnya." Kemudian Ali berkata lagi : Fathimah kemudian menimbangnya satu dirham atau 1/2 dirham. (HR. At-Turmudzi).